Senin, 08 Februari 2021
HORMAT DAN PATUH KEPADA ORANG TUA DAN GURU
Senin, 11 Januari 2021
BAB 6 : Perkawinan Dalam Islam
BAB
6
PERKAWINAN
DALAM ISLAM
A.
Standar
Kompetensi
5. Memahami hukum Islam tentang Hukum Keluarga.
B.
Kompetensi
Dasar
5.1 Menjelaskan
ketentuan hukum perkawinan dalam
Islam
5.2 Menjelaskan hikmah perkawinan
5.3 Menjelaskan ketentuan perkawinan menurut
perundang-undangan di Indonesia
C. Indikator Pencapaian Kompetensi :
Indikator Pencapaian Kompetensi |
Nilai Budaya Dan Karakter Bangsa |
Menjelaskan ketentuan hukum Islam
tentang nikah Menjelaskan hukum Islam tentang talak Menjelaskan hukum Islam tentang ruju’. Menjelaskan hikmah nikah Menjelaskan hikmah talak. Menjelaskan hikmah ruju’. Menjelaskan ketentuan perkawinan
menurut perundang-undangan tentang perkawinan di Indonesia. Menguraikan kompilasi hukum tentang
perkawinan di Indonesia. |
Religius, jujur, santun,
disiplin, tanggung jawab, cinta ilmu, ingin tahu, percaya diri, menghargai
keberagaman, patuh pada aturan, sosial, bergaya hidup sehat, sadar akan hak
dan kewajiban, kerja keras, dan adil. |
D.Kewirausahaan/ Ekonomi Kreatif :
Patuh dalam melaksanakan ajaran agama
yang dianutnya.
Toleran terhadap pelaksanaan ibadah
agama lain
Percaya diri (keteguhan hati, optimis).
Berorientasi pada tugas (bermotivasi,
tekun/tabah, bertekad, enerjik).
Pengambil resiko (suka tantangan, mampu
memimpin)
Orientasi ke masa depan (punya
perspektif untuk masa depan)
E. PETUNJUK
PENGGUNAAN MODUL
Segala
yang ada dalam modul ini dikerjakan secara mandiri dengan bimbingan guru baik
individu maupun kelompok. Bagaimana cara mempelajari modul ini, untuk mudahnya
kita ikuti petunjuk belajar berikut ini :
1.
Baca uraian materi pada tiap-tiap kegiatan dengan baik.
2.
Kerjakan semua latihn dan tugas-tugas yang terdapat dalam
modul
3.
Setelah mengerjakan secara tuntas tanyakan kunci jawaban
kepada guru
4.
Catatlah bagian-bagian yang belum anda pahami kemudian
diskusikan dengan teman anda atau tanyakan kepada guru atau oang yang dianggap
mampu
5.
Bila anda belum menguasai 75% dari kegiatan maka ulangi
kembali langkah-langkah dengan seksama
TARTILAN
Bacalah ayat-ayat berikut dengan
tartil dan renungkanlah maknanya serta perhatikan adab dan sopan santun membaca
Al Qur’an.
بِسۡمِٱللَّهِٱلرَّحۡمَٰنِٱلرَّحِيمِ
a.
Q.S. An Nisa’ 3 – 4
وَإِنۡ خِفۡتُمۡ أَلَّا
تُقۡسِطُواْ فِي ٱلۡيَتَٰمَىٰ فَٱنكِحُواْ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ ٱلنِّسَآءِ
مَثۡنَىٰ وَثُلَٰثَ وَرُبَٰعَۖ فَإِنۡ خِفۡتُمۡ أَلَّا تَعۡدِلُواْ فَوَٰحِدَةً
أَوۡ مَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُكُمۡۚ ذَٰلِكَ أَدۡنَىٰٓ أَلَّا تَعُولُواْ ٣ وَءَاتُواْٱلنِّسَآءَ
صَدُقَٰتِهِنَّ نِحۡلَةٗۚ فَإِن طِبۡنَ لَكُمۡ عَن شَيۡءٖ مِّنۡهُ نَفۡسٗا
فَكُلُوهُ هَنِيٓٔٗا مَّرِيٓٔٗا ٤
b.
Q.S.
Ar Rum 21
وَمِنۡ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنۡ
خَلَقَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجٗا لِّتَسۡكُنُوٓاْ إِلَيۡهَا وَجَعَلَ
بَيۡنَكُم مَّوَدَّةٗ وَرَحۡمَةًۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ
يَتَفَكَّرُونَ ٢
c.
Q.S.
An Nisa 22-23
وَلَا تَنكِحُواْ مَا
نَكَحَ ءَابَآؤُكُم مِّنَ ٱلنِّسَآءِ إِلَّا مَا قَدۡ سَلَفَۚ إِنَّهُۥ كَانَ
فَٰحِشَةٗ وَمَقۡتٗا وَسَآءَ سَبِيلًا ٢٢ حُرِّمَتۡ عَلَيۡكُمۡ أُمَّهَٰتُكُمۡ
وَبَنَاتُكُمۡ وَأَخَوَٰتُكُمۡ وَعَمَّٰتُكُمۡ وَخَٰلَٰتُكُمۡ وَبَنَاتُ ٱلۡأَخِ
وَبَنَاتُ ٱلۡأُخۡتِ وَأُمَّهَٰتُكُمُ ٱلَّٰتِيٓ أَرۡضَعۡنَكُمۡ وَأَخَوَٰتُكُم
مِّنَ ٱلرَّضَٰعَةِ وَأُمَّهَٰتُ نِسَآئِكُمۡ وَرَبَٰٓئِبُكُمُ ٱلَّٰتِي فِي
حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ ٱلَّٰتِي دَخَلۡتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمۡ تَكُونُواْ
دَخَلۡتُم بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ وَحَلَٰٓئِلُ أَبۡنَآئِكُمُ ٱلَّذِينَ
مِنۡ أَصۡلَٰبِكُمۡ وَأَن تَجۡمَعُواْ بَيۡنَ ٱلۡأُخۡتَيۡنِ إِلَّا مَا قَدۡ
سَلَفَۗ إِنَّٱللَّهَ كَانَ غَفُورٗا رَّحِيمٗا ٢٣
Ringkasan
Materi
A. KETENTUAN
HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH
1.
Pengertian
Munakahat berarti pernikahan atau perkawinan. Menurut bahasa
Indonesia, kata nikah berarti berkumpul atau bersatu. Dalam istilah syariat,
nikah itu berarti melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri
antara seorang laki-laki dan seorang perempuan serta menghasilkan hubungan
kelamin antara keduanya dengan suka rela dan persetujuan bersama, demi
terwujudnya keluarga (rumah tangga) bahagia, yang di ridai oleh Allah SWT
2.
Hukum Nikah
Menurut
sebagian besar ulama, hukum nikah pada dasarnya adalah mubah, boleh dikerjakan
dan boleh ditinggalkan. Hukum nikah dapat berubah menjadi sunah, wajib,
makruh, atau haram. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
a.
Sunah
Bagi orang yang ingin menikah, mampu
menikah, dan mampu pula mengendalikan diri dari perzinaan, walaupun tidak
segera menikah, maka hukum nikah adalah sunah.
b.
Wajib
Bagi orang yang ingin menikah, mampu
menikah, dan ia khawatir berbuat zina jika tidak segera menikah, maka hukum
nikah adalah wajib.
c.
Makruh
Bagi orang yang ingin menikah,
tetapi belum mampu memberi nafkah terhadap istri dan anak-anaknya, maka hukum
nikah adalah makruh.
d.
Haram
Bagi orang yang bermaksud menyakiti
wanita yang akan ia nikahi, maka hukum nikah adalah haram.
3.
Tujuan
Pernikahan
Secara umum,
tujuan pernikahan menurut Islam adalah untuk memenuhi hajat manusia (pria
terhadap wanita atau sebaliknya) dalam rangka mewujudkan rumah tangga yang
bahagia, sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama Islam. Apabila tujuan
pernikahan yang bersifat umum itu diuraikan secara terperinci tujuan pernikahan
yang islami dapat dikemukakan sebagai beriku :
Ø Untuk memperoleh rasa cinta dan kasih sayang. Allah
SWT berfirman: ”Dan jadikan-Nya di antara kamu rasa kasih dan sayang…” (Q.S.
Ar-Rum, 30: 21
Ø Untuk memperoleh ketenangan hidup (sakinah). Allah SWT
berfirman: “Dan di antara tanda-tanda kebiasaan-Nya ialah Dia
menciptakan istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa
tentram kepadanya…” (Q.S. Ar-Rum, 30:21)
Ø Untuk mewujudkan keluarga bahagia di dunia dan
akhirat.
4.
Rukun Nikah
Rukun nikah
ada lima macam yakni sebagai berikut:
a)
Ada calon
suami, dengan syarat: laki-laki yang sudah berusia dewasa (19 tahun), beragama
Islam, tidak dipaksa/terpaksa, tidak ssedang dalam ihram haji atau umrah, dan
bukan mahram calon istrinya.
b)
Ada calon
istri, dengan syarat: wanita yang sudah cukup umur (16 tahun): bukan perempuan
musyrik, tidak dalam ikatan perkawinan dengan orang lain, bukan mahram bagi
calon suami dan tidak dalam keadaan ihram haji atau umrah.
c)
Ada wali
nikah, yaitu orang yang menikahkan mempelai laki-laki dengan mempelai wanita
atau mengizinkan pernikahannya. Wali nikah ada dua yaitu :
Ø Wali Nasab, yaitu wali
yang mempunyai pertalian darah dengan mempelai wanita yang akan dinikahkan
Ø Wakil Hakim, yaitu kepala negara yang beragama Islam.
Ø Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang wali
nikah adalah sebagai berikut :
v Beragama Islam
v Laki-laki.
v Balig dan berakal
v Merdeka dan bukan hamba sahaya.
v Bersifat adil
v Tidak sedang ihram haji atau umrah.
d)
Ada dua
orang saksi.
e)
Ada akad
nikah yakni ucapan ijab kabul.
Ijab adalah ucapan wali (dari pihak mempelai
wanita), sebagai penyerahan kepada mempelai laki-laki.
Qabal adalah ucapan mempelai laki-laki sebagai tanda
penerimaan. Suami wajib memberikan mas kawin (mahar) kepada istrinya, tetapi
mengucapkannya dalam akad nikah hukumnya sunnah. Suruhan untuk memberikan mas
kawin terdapat dalam Al-Qur’an yang artinya: “Berikanlah mas
kawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh
kerelaan…” (Q.S. An-Nisa’, 4: 4)
5.
Muhrim
Menurut
pengertian bahasa, muhrim berarti yang diharamkan. Dalam ilmu fikih, muhrim
adalah wanita yang haram dinikahi. Adapun penyebab seorang wanita haram
dinikahi ada empat macam, yaitu sebagai berikut:
a)
Wanita yang
haram dinikahi karena keturunan
· Ibu kandung dan seterusnya ke atas (nenek dari ibu dan
nenek dari ayah).
· Anak perempuan kandung dan seterusnya ke bawah (cucu
dan seterusnya).
· Saudara perempuan (sekandung, sebapak atau seibu).
· Saudara perempuan dari bapak
· Saudara perempuan dari ibu.
· Anak perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya
ke bawah.
· Anak perempuan dari saudara perempuan dan seterusnya
ke bawah
b)
Wanita yang
haram dinikahi karena hubungan sesusuan:
· Ibu yang menyusui.
· Saudara perempuan sesusuan.
c)
Wanita yang
haram dinikahi karena perkawinan:
· Ibu dari istri (mertua).
· Anak tiri (anak dari istri dengan suami lain), apabila
suami telah berkumpul dengan ibunya.
· Ibu tiri (istri dari ayah), baik sudah dicerai atau
belum. Allah SWT berfirman yang artinya, “Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita
yang pernah dikawini oleh ayahmu.” (Q.S. An-Nisa’, 4: 22)
· Menantu (istri dari anak laki-laki), baik sudah
dicerai maupun belum
d)
Wanita yang
haram dinikahi karena pertalian muhrim dengan istri. Misalnya, haram melakukan
poligami (memperistri sekaligus) terhadap dua orang bersaudara, terhadap
seorang perempuan dengan bibinya, terhadap seorang perempuan dengan
kemenakannya.
6.
Kewajiban
Suami dan Istri
A.
Kewajiban
Suami
1.
Memberi
nafkah, sandang, pangan, dan tempat tinggal kepada istri dan anak-anaknya,
sesuai dengan kemampuan yang diusahakan secara maksimal.
2.
Memimpin
serta membimbing istri dan anak-anak, agar menjadi orang yang berguna,
keluarga, agama, masyarakat, serta bangsa dan negaranya.
3.
Bergaul
dengan istri dan anak-anak dengan baik (makruf).
4.
Membantu
istri dalam tugas sehari-hari, terutama dalam mengasuh dan mendidik anak-anak
agar menjadi anak saleh
B.
Kewajiban
Istri
1. Taat kepada suami dalam batas-batas yang sesuai dengan
ajaran Islam.
2. Memelihara diri serta kehormatan dan harta benda
suami, baik di hadapan atau di belakangnya.
3. Membantu suami dalam memimpin kesejahteraan dan
keselamatan keluarga.
4. Menerima dan menghormati pemberian suami walaupun
sedikit, serta mencukupkan nafkah yang diberikan suami, sesuai dengan kekuatan
dan kemampuannya, hemat, cermat, dan bijaksana.
5. Hormat dan sopan kepada suami dan keluarganya
6. Memelihara, mengasuh, dan mendidik anak agar menjadi
anak yang saleh.
7. Talak
Perceraian
berarti pemutusan ikatan perkawinan antara suami dan istri. Sebab terjadi
perceraian adalah perselisihan atau pertengkaran suami-istri yang sudah tidak
dapat didamaikan lagi, walaupun sudah didatangkan hakim (juru damai) dari pihak
suami dan pihak istri. Rasulullah SAW bersabda: “Setiap wanita (istri)
yang meminta cerai kepada suaminya tanpa alasan, haramlah baginya wangi-wangi
surga.” (H.R. Ashabus Sunan kecuali An-Nasa’i)
Hal-hal yang
dapat memutuskan ikatan perkawinan adalah meninggalnya salah satu pihak suami
atau istri, talak, fasakh, khulu’, li’an, ila’,
dan zihar. Penjelasannya adalah sebagai berikut:
1.
Talak
a. Pengertian
dan Hukum Talak. Menurut bahasa talak berarti melepaskan ikatan. Menurut
istilah talak ialah lepasnya ikatan pernikahan dengan lafal talak. Asal
hukum talak adalah makruh, sebab merupakan perbuatan halal tetapi sangat
dibenci oleh Allah swt. Nabi
Muhammad saw, bersabda :
أَبْغَضُ
الْحَلاَلِ عِنْدَ اللهِ الطَّلاَقُ (رواه ابوداود)
Artinya :"Perbuatan halal tetapi
paling dibenci oleh Allah adalah talak". (HR. Abu Daud).
Hal-hal yang harus
dipenuhi dalam talak ( rukun talak) ada 3 macam :
v Yang
menjatuhkan talak(suami), syaratnya: baligh, berakal dan kehendak sendiri.
v Yang
dijatuhi talak adalah istrinya.
v Ucapan
talak, baik dengan cara sharih (tegas) maupun dengan cara kinayah
(sindiran).
Cara sharih,
misalnya “saya talak engkau!” atau “saya cerai engkau!”. Ucapan talak dengan
cara sharih tidak memerlukan niat. Jadi kalau suami mentalak istrinya dengan
cara sharih, maka jatuhlah talaknya walupun tidak berniat mentalaknya.
Cara kinayah,
misalnya “Pulanglah engkau pada orang tuamu!”, atau “Kawinlah engkau dengan
orang lain, saya sudah tidak butuh lagi kepadamu!”, Ucapan talak cara kinayah
memerlukan niat. Jadi kalau suami mentalak istrinya dengan cara kinayah,
padahal sebenarnya tidak berniat mentalaknya, maka talaknya tidak jatuh.
b.
Lafal dan Bilangan Talak. Lafal talak dapat
diucapkan/dituliskan dengan kata-kata
yang jelas atau dengan kata-kata
sindiran. Adapun bilangan talak maksimal 3 kali, talak satu dan talak
dua masih boleh rujuk (kembali) sebelum habis masa idahnya dan apabila masa idahnya telah habis maka
harus dengan akad nikah lagi. (lihat Al-Baqoroh : 229).
Pada talak 3 suami
tidak boleh rujuk dan tidak boleh nikah lagi sebelum istrinya
itu nikah dengan laki-laki
lain dan sudah digauli serta telah
ditalak oleh suami keduanya itu".
c.
Macam-Macam Talak. Talak dibagi menjadi 2 macam yaitu :
v Talak Raj'i yaitu
talak dimana suami
boleh rujuk tanpa harus dengan akad nikah lagi. Talak raj’I ini
dijatuhkan suami kepada istrinya untuk pertama kalinya atau kedua kalinya dan
suami boleh rujuk kepada istri yang telah ditalaknya selam masih dalam masa
iddah.
v Talak Bain.
Talak bain dibagi menjadi 2 macam yaitu talak bain sughro dan talak bain kubra.
· Talak bain
sughro yaitu talak yang dijatuhkan kepada istri yang belum dicampuri dan
talak khuluk (karena permintaan istri). Suami istri boleh rujuk dengan cara akad nikah lagi baik masih dalam masa idah atau
sudah habis masa idahnya.
· Talak bain
kubro yaitu talak yang dijatuhkan suami sebanyak tiga kali (talak tiga)
dalam waktu yang berbeda. Dalam talak
ini suami tidak boleh rujuk atau
menikah dengan bekas istri
kecuali dengan syarat :
1.
Bekas istri telah menikah lagi dengan laki-laki lain.
2.
Telah dicampuri dengan suami yang baru.
3.
Telah dicerai dengan suami yang baru.
4.
Telah selesai masa idahnya setelah dicerai suami yang
baru.
d.
Macam-macam Sebab Talak. Talak bisa terjadi karena :
i. Ila' yaitu
sumpah seorang suami bahwa ia tidak akan mencampuri istrinya. Ila' merupakan
adat arab jahiliyah. Masa tunggunya adalah 4 bulan. Jika sebelum 4 bulan sudah
kembali maka suami harus menbayar denda sumpah. Bila sampai 4 bulan/lebih hakim
berhak memutuskan untuk memilih membayar sumpah atau mentalaknya.
ii. Lian, yaitu
sumpah seorang suami yang menuduh istrinya berbuat zina. sumpah itu diucapkan 4
kali dan yang kelima dinyatakan dengan kata-kata : "Laknat Allah swt atas
diriku jika tuduhanku itu dusta". Istri juga dapat menolak dengan sumpah 4
kali dan yang kelima dengan kata-kata: "Murka Allah swt, atas diriku bila
tuduhan itu benar".
iii. Dzihar, yaitu
ucapan suami kepada istrinya yang berisi penyerupaan istrinya dengan ibunya
seperti : "Engkau seperti punggung
ibuku ". Dzihar merupakan adat jahiliyah yang dilarang Islam sebab
dianggap salah satu cara menceraikan istri.
iv. Khulu'(talak
tebus) yaitu talak yang diucapkan oleh suami dengan cara istri membayar kepada
suami. Talak tebus biasanya atas kemauan
istri. Penyebab talak antara lain :
Ø Istri
sangat benci kepada suami.
Ø Suami tidak
dapat memberi nafkah.
Ø Suami tidak
dapat membahagiakan istri.
v. Fasakh, ialah
rusaknya ikatan perkawinan karena sebab-sebab tertentu yaitu
1.
Karena rusaknya akad nikah seperti :
a.
diketahui bahwa istri adalah mahrom suami.
b.
Salah seorang suami / istri keluar dari ajaran Islam.
c.
Semula suami/istri musyrik kemudian salah satunya masuk
Islam.
2.
Karena rusaknya tujuan pernikahan, seperti :
a.
Terdapat unsur penipuan, misalnya mengaku laki-laki baik
ternyata penjahat.
b.
Suami/istri mengidap penyakit yang dapat mengganggu
hubungan rumah tangga.
c.
Suami dinyatakan hilang.
d.
Suami dihukum penjara 5 tahun/lebih.
e.
Hadhonah. Hadhonah artinya mengasuh dan mendidik anak
yang masih kecil. Jika suami/istri bercerai maka yang berhak mengasuh anaknya adalah :
a. Ketika
masih kecil adalah ibunya dan biaya tanggungan ayahnya.
b. Jika si ibu
telah menikah lagi maka hak mengasuh anak adalah ayahnya.
8.
IDDAH
Secara bahasa iddah
berarti ketentuan. Menurut
istilah iddah ialah masa menunggu bagi seorang wanita yang sudah dicerai
suaminya sebelum ia menikah dengan laki-laki lain. Masa iddah dimaksudkan untuk
memberi kesempatan kepada bekas suaminya apakah dia akan rujuk atau tidak.
1.
Lamanya Masa Iddah.
a. Wanita yang
sedang hamil masa idahnya sampai melahirkan anaknya. (Lihat QS. At-Talak :4)
b. Wanita yang tidak hamil, sedang ia ditinggal mati
suaminya maka masa idahnya 4 bulan 10
hari. (lihat QS. Al-Baqoroh ayat 234)
c. Wanita yang
dicerai suaminya sedang ia dalam keadaan haid maka masa idahnya 3 kali quru' (tiga kali suci). (lihat
QS. Al-Baqoroh : 228)
d. Wanita yang
tidak haid atau belum haid masa idahnya selama tiga bulan. (Lihat QS, At-Talaq :4 )
e. Wanita yang
dicerai sebelum dicampuri
suaminya maka baginya
tidak ada masa iddah. (Lihat QS. Al-Ahzab : 49)
2.
Hak Perempuan Dalam Masa Iddah.
a.
Perempuan yang
taat dalam iddah raj'iyyah (dapat rujuk)
berhak mendapat dari suami yang mentalaknya: tempat tinggal, pakaian, uang belanja. Sedang wanita yang durhaka tidak berhak menerima
apa-apa.
b.
Wanita dalam iddah bain (iddah talak 3 atau khuluk) hanya
berhak atas tempat tinggal saja. (Lihat QS. At-Talaq : 6)
c.
Wanita dalam iddah wafat tidak mempunyai hak apapun,
tetapi mereka dan anaknya berhak mendapat harta
warits suaminya.
9. Rujuk
Rujuk
berarti kembali, yaitu kembalinya suami kepada ikatan nikah dengan istrinya
sebagaimana semula, selama istrinya masih dalam masa ‘iddah
raj’iyah. Hukum rujuk asalnya mubah, artinya boleh rujuk dan
boleh pula tidak. Akan tetapi, hukum rujuk bisa berubah, sebagai berikut:
1. Sunah, misalnya apabila rujuknya suami kepada istrinya
dengan niat karena Allah, untuk memperbaiki sikap dan perilaku serta bertekad
untuk menjadikan rumah tangganya sebagai rumah tangga bahagia.
2. Wajib, misalnya bagi suami mentalak salah seorang
istinya, sedangkan sebelum mentalaknya, ia belum menyempurnakan pembagian
waktunya.
3. Makruh (dibenci), apabila meneruskan perceraian lebih
bermanfaat dari pada rujuk.
4. Haram, misalnya jika maksud rujuknya suami adalah
untuk menyakiti istri atau untuk mendurhakai Allah SWT.
Rukun rujuk ada 4 macam, yaitu sebagai berikut:
1.
Istri sudah
bercampur dengan suami yang mentalaknya dan masih berada pada masa ‘iddah
raj’iyah.
2.
Keinginan
rujuk suami atas kehendak sendiri, bukan karena dipaksa.
3.
Ada dua
orang saksi, yaitu dua orang laki-laki yang adil. (Q.S. At-Talaq, 65: 2)
4.
Ada sigat
atau ucapan rujuk, misalnya suami berkata kepada istri yang diceraikannya
selama masih berada dalam masa ‘iddah raj’iyah, “Saya rujuk kepada
engkau!
B. HIKMAH
PERNIKAHAN
Fuqaha (ulama
fikih) menjelaskan tentang hikmah-hikmah pernikahan yang islami, antara lain:
1.
Memenuhi
kebutuhan seksual dengan cara yang diridai Allah (cara yang islami), dan
menghindari cara yang dimurkai Allah seperti perzinaan atau homoseks (gay atau
lesbian).
2.
Pernikahan
merupakan cara yang benar, baik, dan diridai Allah untuk memperoleh anak serta
mengembangkan keturunan yang sah.
3.
Melalui
pernikahan, suami-istri dapat memupuk rasa tanggung jawab membaginya dalam
rangka memelihara, mengasuh dan mendidik anak-anaknya, sehingga memberikan
motivasi yang kuat untuk membahagiakan orang-orang yang menjadi tanggung
jawabnya.
4.
Menjalin
hubungan silaturahmi antara keluarga suami dan keluarga istri, sehingga sesama
mereka saling menolong dalam kebaikan dan ketakwaan serta tidak tolong-menolong
dalam dosa dan permusuhan.
C. PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG
DI INDONESIA
Perundang-undangan perkawinan di Indonesia bersumber
kepada Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 154 Tahun 1991 tentang
Pelaksanaaan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 Tanggal
10 Juni 1991 mengenai Kompilasi Hukum Islam di Bidang Hukum Perkawinan.
Kompilasi Hukum Islam di Bidang Hukum Perkawinan tersebut, sebagai pengembangan
dan penyempurnaan dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974
tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun
1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Hal-hal yang
perlu diketahui dari Kompilasi Hukum Islam di Bidang Hukum Perkawinan antara
lain:
1. Pengertian dan
Tujuan Perkawinan
Dalam pasal 2 dan pasal 3 dari Kompilasi Hukum Islam
di Bidang Hukum Perkawinan dijelaskan bahwa perngertian perkawinan menurut
Hukum Islam adalah pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau misaqan
galizan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya
merupakan ibadah. Sedangkan tujuan perkawinan ialah untuk mewujudkan rumah
tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah
2. Sahnya Perkawinan
Dalam pasal
4 dari Kompilasi Hukum Islam di bidang Hukum Perkawinan dijelaskan bahwa
perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut Hukum Islam sesuai dengan pasal
2 ayat (1) Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Penjelasan
pasal 2 ayat (1) UU RI Tahun 1974 mengatakan sebagai berikut:
v Dengan perumusan pasal 2 ayat (1) ini, tidak ada
perkawinan di luar hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu, sesuai
dengan UUD 1945.
v Yang dimaksud dengan hukum masing-masing agamanya dan
kepercayaannya itu termasuk ketentuan perundang-undangan yang berlaku bagi
golongan agamanya dan kepercayaannya itu, sepanjang tidak bertentangan atau
tidak ditentukan lain dalam undang-undang ini.
3. Pencatatan Perkawinan
Dalam pasal
5 dan 6 Kompilasi Hukum Islam di bidang Hukum Perkawinan dijelaskan:
Ø Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat
Islam setiap perkawinan harus dicatat.
Ø Pencatatan perkawinan dilakukan oleh Pegawai Pencatat
Nikah (Kantor Urusan Agama Kecamatan di mana calon mempelai bertempat
tinggal).
Ø Agar pelaksanaan pencatatan perkawinan itu dapat
berlangsung dengan baik, maka setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapan
dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah.
Ø Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai
Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan hukum.
4. Akta Nikah
Akta Nikah
atau Buku Nikah (Surat Nikah) adalah surat keterangan yang dibuat oleh Pegawai
Pencatat Nikah yakni Kantor Urusan Agama Kecamatan, tempat dilangsungkannya
pernikahan yang menerangkan bahwa pada hari, tanggal, bulan, tahun, dan jam telah
terjadi akad nikah antara: seorang laki-laki (dituliskan nama, tanggal dan
tempat lahir, pekerjaan, dan tempat tinggal) dengan seorang perempuan
(dituliskan nama, tanggal dan tempat lahir, pekerjaan, dan tempat tinggal) dan
yang menjadi wali (juga dituliskan nama, tanggal dan tempat lahir, pekerjaan,
tempat tinggal, dan apa hubungannya dengan yang diwalikan).
5. Kawin Hamil
Dalam pasal
53 ayat (1), (2), dan (3) dari Kompilasi Hukum Islam di bidang hukum perkawinan
dijelaskan :
v Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat menikah
dengan pria yang menghamilinnya.
v Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat
(1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.
v Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita
hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.
Hal-hal lain
yang dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam di bidang Hukum Perkawinan adalah
peminangan, rukun dan syarat perkawinan, mahar, larangan kawin, perjanjian
perkawinan, poligami, pencegahan perkawinan, batalnya perkawinan, hak dan
kewajiban suami istri, harta kekayaan dalam perkawinan, pemeliharaan anak,
perwalian, putusnya perkawinan, rujuk dan masa berkabung.