Senin, 08 Februari 2021
HORMAT DAN PATUH KEPADA ORANG TUA DAN GURU
Minggu, 11 Oktober 2020
BAB 4. IMAN KEPADA RASUL RASUL ALLOH SWT
BAB 4
KEPADA RASUL-RASUL ALLAH
A. Pengertian Iman kepada Rasul-Rasul Allah Swt.
Iman kepada rasul berarti meyakini bahwa rasul itu benar-benar utusan Allah Swt. yang ditugaskan untuk membimbing umatnya ke jalan yang benar agar selamat di dunia dan akhirat. Mengimani rasul-rasul Allah Swt. merupakan kewajiban hakiki bagi seorang muslim karena merupakan bagian dari rukun iman yang tidak dapat ditinggalkan. Sebagai perwujudan iman tersebut, kita wajib menerima ajaran yang dibawa rasul rasul Allah Swt. tersebut. Perintah beriman kepada rasul Allah terdapat dalam surah an-Nisā/4: 136. (cari ayatnya kemudian tulis beserta artinya)
B. Perbedaan Nabi dan Rasul
Rasul :
- Rasul adalah orang yang diberi wahyu dengan syariat baru
- Rasul senantiasa memiliki kitab atau lembaran-lembaran (shuhuf) yang memuat syariat baru atau sebgian dari syariat Rasul sebelumnya
Nabi :
- Nabi adalah orang yang diutus Allah menjalankan dan mengokohkan syariat Rasul-rasul sebelumnya
- Nabi belum tentu memiliki kitab atau lembaran-lembaran (shuhuf)
C. Jumlah Nabi dan Rasul
Jumlah Nabi dan Rasul itu banyak. Hanya Allah yang mengetahui jumlahnya secara pasti. Namun ada hadits Nabi yang menyebutkan jumlah Nabi dan Rasul tersebut. Sebagian Allah sebutkan kisahnya dalam Al-Quran, sedangkan sebagian lainnya tidak disebutkan. Allah berfirman dalam QS. Al-Mu’min Ayat 78:
وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلًا مِنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَنْ لَمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗ وَمَا كَانَ لِرَسُولٍ أَنْ يَأْتِيَ بِآيَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ فَإِذَا جَاءَ أَمْرُ اللَّهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُونَ
Artinya : "Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak dapat bagi seorang rasul membawa suatu mukjizat, melainkan dengan seizin Allah; maka apabila telah datang perintah Allah, diputuskan (semua perkara) dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil."
Imam Ahmad meriwayatkan hadis dari Abi Zar r.a. bahwa Rasulullah saw. ketika ditanya tentang jumlah para nabi, beliau menjawab, “ Jumlah para nabi itu adalah 124.000 nabi, sedangkan jumlah rasul 315. Sementara At-Turmuzy meriwayatkan hadis dari Abi Zar r.a. juga, menjelaskan bahwa Rasulullah saw. menjawab, “Jumlah para nabi itu adalah 124.000 nabi, sedangkan jumlah rasul 312.”Jumlah nabi yang mendapat gelar ulul azmi ada lima, yaitu: Nabi Nuh as., Ibrahim as., Musa as., Isa as., dan Muhammad saw.
D. Sifat-sifat Wajib, Mustahil, dan Jaiz Para Rasul Allah
Rasul sebagai utusan Allah Swt. memiliki sifat-sifat yang melekat pada dirinya. Sifat-sifat ini sebagai bentuk kebenaran seorang rasul. Sifat-sifat tersebut adalah sifat wajib, sifat mustahil, dan sifat jaiz.
1. Sifat Wajib
Sifat wajib artinya sifat yang pasti ada pada rasul. Tidak bisa disebut seorang rasul jika tidak memiliki sifat-sifat ini. Sifat wajib ini ada 4, yaitu seperti berikut.
a. As-Siddiq yaitu rasul selalu benar.
b. Al-Amānah yaitu rasul selalu dapat dipercaya.
c. At-Tabligh yaitu rasul selalu meyampaikan wahyu.
d. Al-Faṭānah yaitu rasul memiliki kecerdasan yang tinggi.
2. Sifat Mustahil
Sifat mustahil adalah sifat yang tidak mungkin ada pada rasul. Sifat mustahil ini lawan dari sifat wajib, yaitu seperti berikut.
a. Al-Kiẓẓib yaitu mustahil rasul itu bohong atau dusta. Semua perkataan dan perbuatan rasul tidak pernah bohong atau dusta.
b. Al-Khiānah yaitu mustahil rasul itu khianat. Semua yang diamanatkan kepadanya pasti dilaksanakan.
c. Al-Kiṭmān yaitu mustahil rasul menyembunyikan kebenaran. Setiap firman yang ia terima dari Allah Swt. pasti ia sampaikan kepada umatnya.
d. Al-Balādah yaitu mustahil rasul itu bodoh. Meskipun Rasulullah saw. tidak bisa membaca dan menulis (ummi) tetapi ia pandai.
3. Sifat Jāiz
Jāiz artinya boleh. Sifat jāiz bagi rasul adalah sifat kemanusiaan, yaitu al-ardul basyariyah, artinya rasul memiliki sifat-sifat sebagaimana manusia biasa seperti rasa lapar, haus, sakit, tidur, sedih, senang, berkeluarga dan lain sebagainya. Bahkan seorang rasul tetap meninggal sebagai mana makhluk lainnya.
Selain tersebut di atas, rasul juga memiliki sifat-sifat yang tidak terdapat pada selain rasul, yaitu seperti berikut.
1. Ishmaturrasūl adalah orang yang ma’shum, terlindung dari dosa dan salah dalam kemampuan pemahaman agama, ketaatan, dan menyampaikan wahyu Allah Swt. sehingga selalu siaga dalam menghadapi tantangan dan tugas apa pun.
2. Iltizamurrasūl adalah orang-orang yang selalu komitmen dengan apa pun yang mereka ajarkan. Mereka bekerja dan berdakwah sesuai dengan arahan dan perintah Allah Swt. meskipun untuk menjalankan perintah Allah Swt. itu harus berhadapan dengan tantangan-tantangan yang berat baik dari dalam diri pribadinya maupun dari para musuhnya. Rasul tidak pernah sejengkal pun menghindar atau mundur dari perintah Allah Swt.
E. Ulul Azmi
a. Pengertian Ulul Azmi
Rasul Ulul Azmi adalah rasul pilihan yang memiliki keteguhan hati dan ketabahan yang luar biasa, kesabaran dalam berbagai cobaan serta keuletan dalam berjuang melaksanakan dakwah ditengah-tengah kaumnya yang menentang keras dakwahnya.
b. Rasul-rasul Ulul Azmi
Adapun Rasul-rasul Ulul Azmi tersebut adalah sebagai berikut:
1. Nabi Nuh as.
2. Nabi Ibrahim as.
3. Nabi Musa as
4. Nabi Isa as
5. Nabi Muhammad SAW
F. Tugas Rasul-Rasul Allah Swt.
Para rasul dipilih oleh Allah Swt. dengan mengemban tugas yang tidak ringan. Di antara tugas-tugas rasul itu adalah sebagai berikut.
1. Menyampaikan risalah dari Allah Swt.
2. Mengajak kepada tauhid, yaitu mengajak umatnya untuk meng-esa-kan Allah Swt. dan menjauhi perilaku musyrik (menyekutukan Allah).
3. Memberi kabar gembira kepada orang mukmin dan memberi peringatan kepada orang kafir.
4. Menunjukkan jalan yang lurus.
5. Membersihkan dan menyucikan jiwa manusia serta mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah.
6. Sebagai hujjah bagi manusia.
F. Hikmah Beriman kepada Rasul-Rasul Allah Swt.
Pentingnya orang Islam beriman kepada rasul bukan tanpa alasan. Di samping karena diperintahkan oleh Allah Swt., juga ada manfaat dan hikmah yang dapat diambil dari beriman kepada rasul. Di antara manfaat dan hikmah beriman kepada rasul adalah sebagai berikut.
1. Makin sempurna imannya.
2. Terdorong untuk menjadikan contoh dalam hidupnya.
3. Terdorong untuk melakukan perilaku sosial yang baik.
4. Memiliki teladan dalam hidupnya. Firman Allah Swt:
5. Mencintai para rasul dengan cara mengikuti dan mengamalkan ajarannya.
6. Mengetahui hakikat dirinya bahwa ia diciptakan Allah Swt. untuk mengabdi kepada-Nya.
Rabu, 07 Oktober 2020
BAB 5. MENGEMBANGKAN SIKAP SYAJA’AH”
BAB 5
MENGEMBANGKAN
SIKAP SYAJA’AH”
A. PENGERTIAN SYAJA’AH
Secara etimologi
kata al-syaja’ah berarti berani antonimnya dari
kata al-jabn yang berarti pengecut. Kata ini digunakan untuk
menggambarkan kesabaran di medan perang. Sisi positif dari sikap berani yaitu
mendorong seorang muslim untuk melakukan pekerjaan berat dan mengandung resiko
dalam rangka membela kehormatannya. Tetapi sikap ini bila tidak digunakan
sebagaimana mestinya menjerumuskan seorang muslim kepada kehinaan.
Syaja’ah dalam kamus
bahasa Arab artinya keberanian atau keperwiraan, yaitu seseorang yang
dapat bersabar terhadap sesuatu jika dalam jiwanya ada keberanian menerima
musibah atau keberanian dalam mengerjakan sesuatu. Pada diri seorang pengecut
sukar didapatkan sikap sabar dan berani. Selain itu Syaja’ah (berani)
bukanlah semata-mata berani berkelahi di medan laga, melainkan suatu sikap
mental seseorang, dapat menguasai jiwanya dan berbuat menurut semestinya.
B. PENERAPAN SYAJA’AH DALAM
KEHIDUPAN
Sumber keberanian yang dimiliki seseorang diantaranya yaitu :
1) Rasa
takut kepada Allah Swt.
2) Lebih
mencintai akhirat daripada dunia.
3) Tidak
ragu-ragu, berani dengan pertimbangan yang matang.
4) Tidak
menomor satukan kekuatan materi.
5) Tawakal
dan yakin akan pertolongan Allah.
Jadi berani adalah: “Sikap dewasa dalam menghadapi kesulitan atau bahaya ketika mengancam. Orang yang melihat kejahatan, dan khawatir terkena dampaknya, kemudian menentang maka itulah pemberani. Orang yang berbuat maksimal sesuai statusnya itulah pemberani (al-syujja’). Al-syajja’ah (berani) bukan sinonim‘adam al-khauf (tidak takut sama sekali)”
Berdasarkan pengertian
yang ada di atas, dipahami bahwa berani terhadap sesuatu bukan berarti
hilangnya rasa takut menghadapinya. Keberanian dinilai dari tindakan yang
berorientasi kepada aspek maslahat dan tanggung jawab dan berdasarkan
pertimbangan maslahat.
Predikat pemberani bukan
hanya diperuntukkan kepada pahlawan yang berjuang di medan perang. Setiap
profesi dikategorikan berani apabila mampu menjalankan tugas dan kewajibannya
secara bertanggungjawab. Kepala keluarga dikategorikan berani apabila mampu
menjalankan tanggungjawabnya secara maksimal, pegawai dikatakan berani apabila
mampu menjalankan tugasnya secara baik, dan seterus nya.
Keberanian terbagi kepada
terpuji(al-mahmudah) dan tercela (al-madzmumah). Keberanian yang
terpuji adalah yang mendorong berbuat maksimal dalam setiap peranan yang
diemban, dan inilah hakikat pahlawan sejati. Sedangkan berani yang tercela
adalah apabila mendorong berbuat tanpa perhitungan dan tidak tepat
penggunaannya.
C. KEUTAMAAN SYAJA’AH
Dalam ayat ini rasa takut itu dapat dikendalikan dan bahaya dari hal yang ditakuti itu dapat diperkecil atau dihindari. Oleh karena itu orang yang mempunyai sifat syaja’ah memiliki ketenangan hati dan kemampuan mengolah sesuatu dengan pikiran tenang.
Menurut Ibnu
Miskawih, sifat Syaja’ah mengandung keutamaan-keutamaan sebagai
berikut :
1. Jiwa
besar, yaitu sadar akan kemampuan diri dan sanggup melaksanakan pekerjaan besar
yang sesuai dengan kemampuannya. Bersedia mengalah dalam persoalan kecil dan
tidak penting Menghormati tetapi tidak silau kepada orang lain.
2. Tabah,
yaitu tidak segera goyah pendirian, bahkan setiap pendirian keyakinan
deipegangnya dengan mantap
3. Keras
Kemauan, yaitu bekerja sungguh-sungguh dan tidak berputus asa serta tidak mudah
dibelokkan dari tujuan yang diyakini
4. Ketahanan,
yaitu tahan menderita akibat perbuatan dan keyakinannya
5. Tenang,
yaitu berhati tenang, tidak selalu menuruti perasaan (emosi) dan tidak lekas
marah
6.
Kebesaran,
yaitu suka melakukan pekerjaan yang penting atau besar
D. SYAJA’AH DAPAT
DIBAGI MENJADI DUA MACAM:
1.
Syaja’ah
harbiyah, yaitu keberanian yang kelihatan atau tampak, misalnya keberanian
waktu menghadapi musuh dalam peperangan (al-Jihad fi Sabilillah).
Allah berfirman (244) وَقَاتِلُواْ فِي
سَبِيلِ اللَّهِ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ
artinya : “dan berperang lah
kamu di jalan allah, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui
“ ( Qs. Al- baqarah: 244)
2.
Syaja’ah
nafsiyah, yaitu keberanian menghadapi bahaya atau penderitaan dan menegakkan
kebenaran
3.
Keberanian
mengatakan kebenaran sekalipun didepan penguasa yang DzalimDari Abu Sa’id Al
Khudri, NabiMuhhammad saw bersabda :
أَفْضَلُ
الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ
Artinya “Jihad yang paling utama ialah
mengatakan kebenaran (berkata yang baik) di hadapan penguasa yang zalim.” (HR.
Abu Daud no. 4344, Tirmidzi no. 2174, Ibnu Majah no. 4011. Al Hafizh Abu Thohir
mengatakan bahwa hadits ini hasan).
4.
Keberanian
untuk mengendalikan diri tatkala marah sekalipun dia bisa
melampiaskannya dan firman Allah swt:
وَأَمَّا
مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى
Artinya “Dan adapun orang-orang yang takut
kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka
sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya).”(Q.S. An-Nazia’at 40- 41.)
Munculnya sikap syaja’ah tidak terlepas dari keadaan-keadaan sebagai berikut:
1.
Berani
membenarkan yang benar dan berani mengingatkan yang salah.
2.
Berani
membela hak milik, jiwa dan raga, dalam kebenaran.
3.
Berani
membela kesucian agama dan kehormatan bangsa.
Dari dua macam syaja’ah(keberanian) tersebut di atas, makasyaja’ahdapat dituangkan dalam beberapa bentuk, yakni:
a.
Memiliki
daya tahan yang besar untuk menghadapi kesulitan, penderitaan dan mungkin saja
bahaya dan penyiksaan karena ia berada di jalan Allah.
b.
Berterus
terang dalam kebenaran dan berkata benar di hadapan penguasa yang zalim.
c.
Mampu
menyimpan rahasia, bekerja dengan baik, cermat dan penuh perhitungan. Kemampuan
merencanakan dan mengatur strategi termasuk di dalamnya mampu menyimpan rahasia
adalah merupakan bentuk keberanian yang bertanggungjawab.
Munculnya sikap syaja’ah tidak terlepas dari keadaan-keadaan sebagai berikut:
1)
Berani
membenarkan yang benar dan berani mengingatkan yang salah.
2)
Berani
membela hak milik, jiwa dan raga, dalam kebenaran.
3)
Berani
membela kesucian agama dan kehormatan bangsa.
Dari dua macam syaja’ah (keberanian) tersebut di atas, maka syaja’ah dapat dituangkan dalam beberapa bentuk, yakni:
1.
Memiliki
daya tahan yang besar untuk menghadapi kesulitan, penderitaan dan mungkin saja
bahaya dan penyiksaan karena ia berada di jalan Allah.
2.
Berterus
terang dalam kebenaran dan berkata benar di hadapan penguasa yang zalim.
3.
Mampu
menyimpan rahasia, bekerja dengan baik, cermat dan penuh perhitungan. Kemampuan
merencanakan dan mengatur strategi termasuk di dalamnya mampu menyimpan rahasia
adalah merupakan bentuk keberanian yang bertanggung jawab.
4.
Berani
mengakui kesalahan salah satu orang yang memiliki sifat pengecut yang tidak mau
mengakui kesalahan dan mencari kambing hitam, bersikap ”lempar batu sembunyi
tangan” Orang yang memiliki sifat syaja’ah berani mengakui kesalahan,
mau meminta maaf, bersedia mengoreksi kesalahan dan bertanggung jawab.
5.
Bersikap
obyektif terhadap diri sendiri. Ada orang yang cenderung bersikap “over con
dence” terhadap dirinya, menganggap dirinya baik, hebat, mumpuni dan tidak
memiliki kelemahan serta kekurangan. Sebaliknya ada yang bersikap “under
estimate” terhadap dirinya yakni menganggap dirinya bodoh, tidak mampu berbuat
apa-apa dan tidak memiliki kelebihan apapun. Kedua sikap tersebut jelas tidak
proporsional dan tidak obyektif. Orang yang berani akan bersikap obyektif,
dalam mengenali dirinya yang memiliki sisi baik dan buruk.
6.
Menahan
nafsu di saat marah, seseorang dikatakan berani bila ia tetap mampu
ber–mujahadah li nafsi, melawan nafsu dan amarah. Kemudian ia tetap dapat
mengendalikan diri dan menahan tangannya padahal ia punya kemampuan dan peluang
untuk melampiaskan amarahnya.
E. HIKMAH SYAJA’AH
Dalam ajaran agama Islam sifat perwira ini sangat di anjurkan untuk di miliki setiap muslim, sebab selain merupakan sifat terpuji juga dapat mendatangkan berbagai kebaikan bagi kehidupan beragama berbangsa dan bernegara.
Syaja’ah (perwira) akan menimbulkan hikmah dalam bentuk sifat mulia, cepat, tanggap, perkasa, memaafkan, tangguh, menahan amarah, tenang, mencintai. Akan tetapi apabila seorang terlalu dominan keberaniannya, apabila tidak dikontrol dengan kecerdasan dan keikhlasan akan dapat memunculkan sifat ceroboh, takabur, meremehkan orang lain, unggul-unggulan, ujub. Sebaliknya jika seorang mukmin kurang syaja’ah, maka akan dapat memunculkan sifat rendah diri, cemas, kecewa, kecil hati dan sebagainya.
F.
Contoh
Figur Sahabat dan Sahabiyah yang Memiliki Sifat Syaja’ah
Berani karena benar dan rela mati demi kebenaran. Slogan tersebut pantas dilekatkan pada diri sahabat-sahabat dan sahabiyah-sahabiyah Rasulullah saw. karena keagungan kisah-kisah perjuangan mereka.
Rasulullah Muhammad saw. sendiri menjadi teladan utama saat beliau tak bergeming sedikit pun ketika disuruh menghentikan dakwahnya. Beliau pun berucap dengan kata-katanya yang masyhur, “Walaupun matahari diletakkan di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, aku tidak akan pernah menghentikan dakwahku ini”.
Keberanian dan keteguhan sikap nampak pula pada diri sepupu dan menantu Nabi saw., Ali bin Abu Thalib r.a. Ali mengambil peran yang sangat beresiko, menggantikan Rasulullah di tempat tidur untuk mengelabui musuh-musuh yang mengepung. Dan benar saja ketika tahu mereka dikelabui, mereka pun marah serta memukuli Ali hingga babak belur.
Khalifah kedua yakni Umar bin Khathab juga sangat terkenal dengan ketegasan sikap dan keberaniannya. Ketika mau hijrah berbeda dengan sahabat-sahabat lain yang sembunyi-sembunyi, Umar malah berteriak lantang, “Umar mau hijrah, barang siapa yang ingin anak istrinya menjadi yatim dan janda, hadanglah Umar”.
Keberanian mempertahankan aqidah hingga mati nampak pada Sumayyah, ibunda Ammar bin Yasir. Beliau menjadi syahidah pertama dalam Islam yang menumbuhsuburkan perjuangan dengan darahnya yang mulia. Begitu pula Khubaib bin Adiy yang syahid di tiang salib penyiksaan dan Habib bin Zaid yang syahid karena tubuhnya dipotong-potong satu demi satu selagi ia masih hidup. Mereka berani bertaruh nyawa demi mempertahankan akidah dan itu terbukti dengan syahidnya mereka berdua.
Bilal dan Khabab bin Al-Irts, yang mantan budak disiksa dengan ditimpa batu besar (Bilal) dan disetrika punggungnya (Khabab) adalah bukti bahwa keberanian tidak mengenal lapisan dan strata sosial. Ada pula anak bangsawan sepertiMush’ab bin Umair dan Sa’ad bin Abi Waqqash yang diusir dan tidak diakui lagi sebagai anak oleh orangtua mereka karena masuk Islam.
Dan akhirnya wanita-wanita perkasa dan pemberani seperti Shafiyah binti Abdul Muthalib, bibi Rasulullah saw., Nusaibah binti Ka’ab, perisai Rasulullah saw. dan Fatimah, putri Rasulullah saw. yang menjadi bukti wanita tak kalah berani dibandingkan laki-laki dalam mempertahankan kebenaran.
Jumat, 24 Juli 2020
BAB 3 KEPEDULIAN UMAT ISLAM TERHADAP JENAZAH
KEPEDULIAN UMAT ISLAM TERHADAP JENAZAH
BAB 2 HIDUP NYAMAN DENGAN PERILAKU JUJUR
BAB 1 Al-Qur’ān sebagai Pedoman Hidup
A. Pentingnya Mengimani Kitab-Kitab Allah Swt.
Firman Allah Swt.:
!$uZø9tRr&ur y7øs9Î) |=»tGÅ3ø9$# Èd,ysø9$$Î/ $]%Ïd|ÁãB $yJÏj9 ú÷üt/ Ïm÷yt z`ÏB É=»tGÅ6ø9$# $·YÏJøygãBur Ïmøn=tã ( Nà6÷n$$sù OßgoY÷t/ !$yJÎ/ tAtRr& ª!$# ( wur ôìÎ6®Ks? öNèduä!#uq÷dr& $£Jtã x8uä!%y` z`ÏB Èd,ysø9$# 4 9e@ä3Ï9 $oYù=yèy_ öNä3ZÏB Zptã÷Å° %[`$yg÷YÏBur 4 öqs9ur uä!$x© ª!$# öNà6n=yèyfs9 Zp¨Bé& ZoyÏnºur `Å3»s9ur öNä.uqè=ö7uÏj9 Îû !$tB öNä38s?#uä ( (#qà)Î7tFó$$sù ÏNºuöyø9$# 4 n<Î) «!$# öNà6ãèÅ_ötB $YèÏJy_ Nä3ã¥Îm6t^ãsù $yJÎ/ óOçGYä. ÏmÏù tbqàÿÎ=tFørB ÇÍÑÈ