Blog Guru Agama Islam Dan Budi Pekerti

Go to Blogger Guru Agama SMK Negeri 1 Setu

Blog Guru Agama Islam Dan Budi Pekerti

Go to Blogger Guru Agama SMK Negeri 1 Setu.

Blog Guru Agama Islam Dan Budi Pekerti

Go to Blogger Guru Agama SMK Negeri 1 Setu.

Blog Guru Agama Islam Dan Budi Pekerti

Go to Blogger Guru Agama SMK Negeri 1 Setu.

Blog Guru Agama Islam Dan Budi Pekerti

Go to Blogger Guru Agama SMK Negeri 1 Setu.

Tampilkan postingan dengan label PAI KELAS XII. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label PAI KELAS XII. Tampilkan semua postingan

Senin, 11 Januari 2021

BAB 6 : Perkawinan Dalam Islam


BAB 6

PERKAWINAN DALAM ISLAM

 

 

A.   Standar Kompetensi

5.   Memahami hukum Islam tentang Hukum Keluarga.

 

B.   Kompetensi Dasar

5.1  Menjelaskan  ketentuan hukum  perkawinan dalam Islam

5.2  Menjelaskan hikmah perkawinan

5.3   Menjelaskan ketentuan perkawinan menurut perundang-undangan di Indonesia

 

C.   Indikator Pencapaian Kompetensi       :

Indikator Pencapaian Kompetensi

Nilai Budaya Dan

Karakter Bangsa

  Menjelaskan ketentuan hukum Islam tentang nikah

  Menjelaskan hukum Islam tentang talak

  Menjelaskan hukum Islam tentang  ruju’.

  Menjelaskan hikmah nikah

  Menjelaskan hikmah talak.

  Menjelaskan hikmah ruju’.

  Menjelaskan ketentuan perkawinan menurut perundang-undangan tentang perkawinan di Indonesia.

  Menguraikan kompilasi hukum tentang perkawinan di Indonesia.

Religius, jujur, santun, disiplin, tanggung jawab, cinta ilmu, ingin tahu, percaya diri, menghargai keberagaman, patuh pada aturan, sosial, bergaya hidup sehat, sadar akan hak dan kewajiban, kerja keras, dan adil.

 

D.Kewirausahaan/ Ekonomi Kreatif :

  Patuh dalam melaksanakan ajaran agama yang dianutnya.

  Toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain

  Percaya diri (keteguhan hati, optimis).

  Berorientasi pada tugas (bermotivasi, tekun/tabah, bertekad, enerjik).

  Pengambil resiko (suka tantangan, mampu memimpin)

  Orientasi ke masa depan (punya perspektif untuk masa depan)

 

E.    PETUNJUK PENGGUNAAN MODUL

Segala yang ada dalam modul ini dikerjakan secara mandiri dengan bimbingan guru baik individu maupun kelompok. Bagaimana cara mempelajari modul ini, untuk mudahnya kita ikuti petunjuk belajar berikut ini :

1.    Baca uraian materi pada tiap-tiap kegiatan dengan baik.

2.    Kerjakan semua latihn dan tugas-tugas yang terdapat dalam modul

3.    Setelah mengerjakan secara tuntas tanyakan kunci jawaban kepada guru

4.    Catatlah bagian-bagian yang belum anda pahami kemudian diskusikan dengan teman anda atau tanyakan kepada guru atau oang yang dianggap mampu

5.    Bila anda belum menguasai 75% dari kegiatan maka ulangi kembali langkah-langkah dengan seksama

 

TARTILAN

Bacalah ayat-ayat berikut dengan tartil dan renungkanlah maknanya serta perhatikan adab dan sopan santun membaca Al Qur’an.

بِسۡمِٱللَّهِٱلرَّحۡمَٰنِٱلرَّحِيمِ

a.          Q.S. An Nisa’ 3 – 4

وَإِنۡ خِفۡتُمۡ أَلَّا تُقۡسِطُواْ فِي ٱلۡيَتَٰمَىٰ فَٱنكِحُواْ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ ٱلنِّسَآءِ مَثۡنَىٰ وَثُلَٰثَ وَرُبَٰعَۖ فَإِنۡ خِفۡتُمۡ أَلَّا تَعۡدِلُواْ فَوَٰحِدَةً أَوۡ مَا مَلَكَتۡ أَيۡمَٰنُكُمۡۚ ذَٰلِكَ أَدۡنَىٰٓ أَلَّا تَعُولُواْ ٣ وَءَاتُواْٱلنِّسَآءَ صَدُقَٰتِهِنَّ نِحۡلَةٗۚ فَإِن طِبۡنَ لَكُمۡ عَن شَيۡءٖ مِّنۡهُ نَفۡسٗا فَكُلُوهُ هَنِيٓ‍ٔٗا مَّرِيٓ‍ٔٗا ٤

b.          Q.S. Ar Rum 21

وَمِنۡ ءَايَٰتِهِۦٓ أَنۡ خَلَقَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجٗا لِّتَسۡكُنُوٓاْ إِلَيۡهَا وَجَعَلَ بَيۡنَكُم مَّوَدَّةٗ وَرَحۡمَةًۚ إِنَّ فِي ذَٰلِكَ لَأٓيَٰتٖ لِّقَوۡمٖ يَتَفَكَّرُونَ ٢

c.          Q.S. An Nisa 22-23

وَلَا تَنكِحُواْ مَا نَكَحَ ءَابَآؤُكُم مِّنَ ٱلنِّسَآءِ إِلَّا مَا قَدۡ سَلَفَۚ إِنَّهُۥ كَانَ فَٰحِشَةٗ وَمَقۡتٗا وَسَآءَ سَبِيلًا ٢٢ حُرِّمَتۡ عَلَيۡكُمۡ أُمَّهَٰتُكُمۡ وَبَنَاتُكُمۡ وَأَخَوَٰتُكُمۡ وَعَمَّٰتُكُمۡ وَخَٰلَٰتُكُمۡ وَبَنَاتُ ٱلۡأَخِ وَبَنَاتُ ٱلۡأُخۡتِ وَأُمَّهَٰتُكُمُ ٱلَّٰتِيٓ أَرۡضَعۡنَكُمۡ وَأَخَوَٰتُكُم مِّنَ ٱلرَّضَٰعَةِ وَأُمَّهَٰتُ نِسَآئِكُمۡ وَرَبَٰٓئِبُكُمُ ٱلَّٰتِي فِي حُجُورِكُم مِّن نِّسَآئِكُمُ ٱلَّٰتِي دَخَلۡتُم بِهِنَّ فَإِن لَّمۡ تَكُونُواْ دَخَلۡتُم بِهِنَّ فَلَا جُنَاحَ عَلَيۡكُمۡ وَحَلَٰٓئِلُ أَبۡنَآئِكُمُ ٱلَّذِينَ مِنۡ أَصۡلَٰبِكُمۡ وَأَن تَجۡمَعُواْ بَيۡنَ ٱلۡأُخۡتَيۡنِ إِلَّا مَا قَدۡ سَلَفَۗ إِنَّٱللَّهَ كَانَ غَفُورٗا رَّحِيمٗا ٢٣

 

 

Ringkasan Materi

 

A. KETENTUAN HUKUM ISLAM TENTANG NIKAH

 

1.   Pengertian

Munakahat berarti pernikahan atau perkawinan. Menurut bahasa Indonesia, kata nikah berarti berkumpul atau bersatu. Dalam istilah syariat, nikah itu berarti melakukan suatu akad atau perjanjian untuk mengikatkan diri antara seorang laki-laki dan seorang perempuan serta menghasilkan hubungan kelamin antara keduanya dengan suka rela dan persetujuan bersama, demi terwujudnya keluarga (rumah tangga) bahagia, yang di ridai oleh Allah SWT

 

2.   Hukum Nikah

Menurut sebagian besar ulama, hukum nikah pada dasarnya adalah mubah, boleh dikerjakan dan boleh ditinggalkan. Hukum nikah dapat berubah menjadi sunah, wajib, makruh, atau haram. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

 

a.   Sunah

Bagi orang yang ingin menikah, mampu menikah, dan mampu pula mengendalikan diri dari perzinaan, walaupun tidak segera menikah, maka hukum nikah adalah sunah.

b.   Wajib

Bagi orang yang ingin menikah, mampu menikah, dan ia khawatir berbuat zina jika tidak segera menikah, maka hukum nikah adalah wajib.

c.   Makruh

Bagi orang yang ingin menikah, tetapi belum mampu memberi nafkah terhadap istri dan anak-anaknya, maka hukum nikah adalah makruh.

d.   Haram

Bagi orang yang bermaksud menyakiti wanita yang akan ia nikahi, maka hukum nikah adalah haram.

 

3.   Tujuan Pernikahan

Secara umum, tujuan pernikahan menurut Islam adalah untuk memenuhi hajat manusia (pria terhadap wanita atau sebaliknya) dalam rangka mewujudkan rumah tangga yang bahagia, sesuai dengan ketentuan-ketentuan agama Islam. Apabila tujuan pernikahan yang bersifat umum itu diuraikan secara terperinci tujuan pernikahan yang islami dapat dikemukakan sebagai beriku :

Ø Untuk memperoleh rasa cinta dan kasih sayang. Allah SWT berfirman: ”Dan jadikan-Nya di antara kamu rasa kasih dan sayang…” (Q.S. Ar-Rum, 30: 21

Ø Untuk memperoleh ketenangan hidup (sakinah). Allah SWT berfirman: “Dan di antara tanda-tanda kebiasaan-Nya ialah Dia menciptakan istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya…” (Q.S. Ar-Rum, 30:21) 

Ø Untuk mewujudkan keluarga bahagia di dunia dan akhirat.

    

4.   Rukun Nikah

Rukun nikah ada lima macam yakni sebagai berikut:

a)  Ada calon suami, dengan syarat: laki-laki yang sudah berusia dewasa (19 tahun), beragama Islam, tidak dipaksa/terpaksa, tidak ssedang dalam ihram haji atau umrah, dan bukan mahram calon istrinya.

b)  Ada calon istri, dengan syarat: wanita yang sudah cukup umur (16 tahun): bukan perempuan musyrik, tidak dalam ikatan perkawinan dengan orang lain, bukan mahram bagi calon suami dan tidak dalam keadaan ihram haji atau umrah.

c)   Ada wali nikah, yaitu orang yang menikahkan mempelai laki-laki dengan mempelai wanita atau mengizinkan pernikahannya. Wali nikah ada dua yaitu :

Ø Wali Nasab, yaitu wali yang mempunyai pertalian darah dengan mempelai wanita yang akan dinikahkan

Ø Wakil Hakim, yaitu kepala negara yang beragama Islam.

Ø Syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang wali nikah adalah sebagai berikut :

v Beragama Islam

v Laki-laki.

v Balig dan berakal

v Merdeka dan bukan hamba sahaya.

v Bersifat adil

v Tidak sedang ihram haji atau umrah.

 

d)  Ada dua orang saksi.

e)  Ada akad nikah yakni ucapan ijab kabul. 

Ijab adalah  ucapan wali (dari pihak mempelai wanita), sebagai penyerahan kepada mempelai laki-laki. 

Qabal adalah ucapan mempelai laki-laki sebagai tanda penerimaan. Suami wajib memberikan mas kawin (mahar) kepada istrinya, tetapi mengucapkannya dalam akad nikah hukumnya sunnah. Suruhan untuk memberikan mas kawin terdapat dalam Al-Qur’an yang artinya“Berikanlah mas kawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan…” (Q.S. An-Nisa’, 4: 4)

   

5.   Muhrim

Menurut pengertian bahasa, muhrim berarti yang diharamkan. Dalam ilmu fikih, muhrim adalah wanita yang haram dinikahi. Adapun penyebab seorang wanita haram dinikahi ada empat macam, yaitu sebagai berikut:

a)  Wanita yang haram dinikahi karena keturunan

·      Ibu kandung dan seterusnya ke atas (nenek dari ibu dan nenek dari ayah).

·      Anak perempuan kandung dan seterusnya ke bawah (cucu dan seterusnya). 

·      Saudara perempuan (sekandung, sebapak atau seibu).

·      Saudara perempuan dari bapak

·      Saudara perempuan dari ibu. 

·      Anak perempuan dari saudara laki-laki dan seterusnya ke bawah.

·      Anak perempuan dari saudara perempuan dan seterusnya ke bawah

b)  Wanita yang haram dinikahi karena hubungan sesusuan:

·      Ibu yang menyusui.

·      Saudara perempuan sesusuan.

c)   Wanita yang haram dinikahi karena perkawinan:

·      Ibu dari istri (mertua).

·      Anak tiri (anak dari istri dengan suami lain), apabila suami telah berkumpul dengan ibunya.

·      Ibu tiri (istri dari ayah), baik sudah dicerai atau belum. Allah SWT berfirman yang artinya, “Dan janganlah kamu kawini wanita-wanita yang pernah dikawini oleh ayahmu.” (Q.S. An-Nisa’, 4: 22)

·      Menantu (istri dari anak laki-laki), baik sudah dicerai maupun belum

d)  Wanita yang haram dinikahi karena pertalian muhrim dengan istri. Misalnya, haram melakukan poligami (memperistri sekaligus) terhadap dua orang bersaudara, terhadap seorang perempuan dengan bibinya, terhadap seorang perempuan dengan kemenakannya.

 

6.   Kewajiban Suami dan Istri

A.  Kewajiban Suami

1.   Memberi nafkah, sandang, pangan, dan tempat tinggal kepada istri dan anak-anaknya, sesuai dengan kemampuan yang diusahakan secara maksimal.

2.   Memimpin serta membimbing istri dan anak-anak, agar menjadi orang yang berguna, keluarga, agama, masyarakat, serta bangsa dan negaranya.

3.   Bergaul dengan istri dan anak-anak dengan baik (makruf).

4.   Membantu istri dalam tugas sehari-hari, terutama dalam mengasuh dan mendidik anak-anak agar menjadi anak saleh

B.  Kewajiban Istri

1.   Taat kepada suami dalam batas-batas yang sesuai dengan ajaran Islam.

2.   Memelihara diri serta kehormatan dan harta benda suami, baik di hadapan atau di belakangnya.

3.   Membantu suami dalam memimpin kesejahteraan dan keselamatan keluarga.

4.   Menerima dan menghormati pemberian suami walaupun sedikit, serta mencukupkan nafkah yang diberikan suami, sesuai dengan kekuatan dan kemampuannya, hemat, cermat, dan bijaksana.

5.   Hormat dan sopan kepada suami dan keluarganya

6.   Memelihara, mengasuh, dan mendidik anak agar menjadi anak yang saleh. 

    

7.   Talak

Perceraian berarti pemutusan ikatan perkawinan antara suami dan istri. Sebab terjadi perceraian adalah perselisihan atau pertengkaran suami-istri yang sudah tidak dapat didamaikan lagi, walaupun sudah didatangkan hakim (juru damai) dari pihak suami dan pihak istri. Rasulullah SAW bersabda: “Setiap wanita (istri) yang meminta cerai kepada suaminya tanpa alasan, haramlah baginya wangi-wangi surga.” (H.R. Ashabus Sunan kecuali An-Nasa’i)

 

Hal-hal yang dapat memutuskan ikatan perkawinan adalah meninggalnya salah satu pihak suami atau istri, talak, fasakh, khulu’li’anila’, dan zihar. Penjelasannya adalah sebagai berikut:

1.     Talak        

a.   Pengertian dan Hukum Talak. Menurut bahasa talak berarti melepaskan ikatan. Menurut istilah talak ialah lepasnya ikatan pernikahan dengan lafal talak. Asal hukum talak adalah makruh, sebab merupakan perbuatan halal tetapi sangat dibenci oleh Allah swt. Nabi Muhammad saw,  bersabda :

 

أَبْغَضُ الْحَلاَلِ عِنْدَ اللهِ الطَّلاَقُ (رواه ابوداود)

      Artinya :"Perbuatan halal tetapi paling dibenci oleh Allah adalah talak". (HR. Abu Daud).

 

Hal-hal yang harus dipenuhi dalam talak ( rukun talak) ada 3 macam :

v  Yang menjatuhkan talak(suami), syaratnya: baligh, berakal dan kehendak sendiri.

v  Yang dijatuhi talak adalah istrinya.

v  Ucapan talak, baik dengan cara sharih (tegas) maupun dengan cara kinayah (sindiran).

Cara sharih, misalnya “saya talak engkau!” atau “saya cerai engkau!”. Ucapan talak dengan cara sharih tidak memerlukan niat. Jadi kalau suami mentalak istrinya dengan cara sharih, maka jatuhlah talaknya walupun tidak berniat mentalaknya.

Cara kinayah, misalnya “Pulanglah engkau pada orang tuamu!”, atau “Kawinlah engkau dengan orang lain, saya sudah tidak butuh lagi kepadamu!”, Ucapan talak cara kinayah memerlukan niat. Jadi kalau suami mentalak istrinya dengan cara kinayah, padahal sebenarnya tidak berniat mentalaknya, maka talaknya tidak jatuh.

     b.       Lafal dan Bilangan Talak. Lafal talak dapat diucapkan/dituliskan dengan kata-kata  yang  jelas  atau  dengan  kata-kata  sindiran. Adapun bilangan talak maksimal 3 kali, talak satu dan talak dua masih boleh rujuk  (kembali)  sebelum habis masa idahnya  dan apabila masa idahnya telah habis maka harus dengan akad nikah lagi. (lihat Al-Baqoroh :  229).  Pada talak  3  suami  tidak boleh rujuk dan tidak boleh nikah lagi sebelum  istrinya  itu nikah dengan  laki-laki lain  dan sudah digauli serta telah ditalak oleh suami keduanya itu".

     c.       Macam-Macam Talak. Talak dibagi menjadi 2 macam yaitu :

v  Talak Raj'i  yaitu  talak  dimana  suami  boleh rujuk tanpa harus dengan akad nikah lagi. Talak raj’I ini dijatuhkan suami kepada istrinya untuk pertama kalinya atau kedua kalinya dan suami boleh rujuk kepada istri yang telah ditalaknya selam masih dalam masa iddah.

v  Talak Bain. Talak bain dibagi menjadi 2 macam yaitu talak bain sughro dan talak bain kubra.

·      Talak bain sughro yaitu talak yang dijatuhkan kepada istri yang belum dicampuri dan talak khuluk (karena permintaan istri). Suami istri boleh rujuk  dengan cara akad  nikah lagi baik masih dalam masa idah atau sudah habis masa idahnya.

·      Talak bain kubro yaitu talak yang dijatuhkan suami sebanyak tiga kali (talak tiga) dalam waktu yang berbeda. Dalam  talak ini suami tidak  boleh rujuk  atau  menikah dengan  bekas istri kecuali  dengan syarat :

1.    Bekas istri telah menikah lagi dengan laki-laki lain.

2.    Telah dicampuri dengan suami yang baru.

3.    Telah dicerai dengan suami yang baru.

4.    Telah selesai masa idahnya setelah dicerai suami yang baru.

     d.       Macam-macam Sebab Talak. Talak bisa terjadi karena :

                 i.     Ila' yaitu sumpah seorang suami bahwa ia tidak akan mencampuri istrinya. Ila' merupakan adat arab jahiliyah. Masa tunggunya adalah 4 bulan. Jika sebelum 4 bulan sudah kembali maka suami harus menbayar denda sumpah. Bila sampai 4 bulan/lebih hakim berhak memutuskan untuk memilih membayar sumpah atau  mentalaknya.

                ii.    Lian, yaitu sumpah seorang suami yang menuduh istrinya berbuat zina. sumpah itu diucapkan 4 kali dan yang kelima dinyatakan dengan kata-kata : "Laknat Allah swt atas diriku jika tuduhanku itu dusta". Istri juga dapat menolak dengan sumpah 4 kali dan yang kelima dengan kata-kata: "Murka Allah swt, atas diriku bila tuduhan itu benar".

               iii.    Dzihar, yaitu ucapan suami kepada istrinya yang berisi penyerupaan istrinya dengan ibunya seperti : "Engkau seperti  punggung ibuku ". Dzihar merupakan adat jahiliyah yang dilarang Islam sebab dianggap  salah satu cara  menceraikan istri.

              iv.    Khulu'(talak tebus) yaitu talak yang diucapkan oleh suami dengan cara istri membayar kepada suami. Talak tebus  biasanya atas kemauan istri. Penyebab talak antara lain :

Ø  Istri sangat benci kepada suami.

Ø  Suami tidak dapat memberi nafkah.

Ø  Suami tidak dapat membahagiakan istri.

               v.     Fasakh, ialah rusaknya ikatan perkawinan karena sebab-sebab tertentu yaitu

1.    Karena rusaknya akad nikah seperti :

a.    diketahui bahwa istri adalah mahrom suami.

b.    Salah seorang suami / istri keluar dari ajaran Islam.

c.     Semula suami/istri musyrik kemudian salah satunya masuk Islam.

2.    Karena rusaknya tujuan pernikahan, seperti :

a.    Terdapat unsur penipuan, misalnya mengaku laki-laki baik ternyata penjahat.

b.    Suami/istri mengidap penyakit yang dapat mengganggu hubungan rumah         tangga.

c.     Suami dinyatakan hilang.

d.    Suami dihukum penjara 5 tahun/lebih.

 

e.    Hadhonah. Hadhonah artinya mengasuh dan mendidik anak yang masih kecil. Jika suami/istri bercerai maka yang berhak  mengasuh anaknya adalah :

                  a.    Ketika masih kecil adalah ibunya dan biaya tanggungan ayahnya.

                  b.    Jika si ibu telah menikah lagi maka hak mengasuh anak adalah ayahnya.

 

8.    IDDAH

Secara bahasa  iddah  berarti  ketentuan. Menurut istilah iddah ialah masa menunggu bagi seorang wanita yang sudah dicerai suaminya sebelum ia menikah dengan laki-laki lain. Masa iddah dimaksudkan untuk memberi kesempatan kepada bekas suaminya apakah dia akan rujuk atau tidak.

1.    Lamanya Masa Iddah.

                a.    Wanita yang sedang hamil masa idahnya sampai melahirkan anaknya. (Lihat QS. At-Talak :4)

                b.    Wanita  yang tidak hamil, sedang ia ditinggal mati suaminya maka masa idahnya   4 bulan 10 hari. (lihat QS. Al-Baqoroh  ayat 234)

                 c.    Wanita yang dicerai suaminya sedang ia dalam keadaan haid maka masa  idahnya 3 kali quru' (tiga kali suci). (lihat QS.  Al-Baqoroh : 228)

                d.    Wanita yang tidak haid atau belum haid masa idahnya selama tiga bulan. (Lihat  QS, At-Talaq :4 )

                e.    Wanita  yang  dicerai  sebelum  dicampuri  suaminya  maka  baginya  tidak  ada  masa iddah. (Lihat QS. Al-Ahzab  : 49)

2.    Hak Perempuan Dalam Masa Iddah.

a.    Perempuan yang  taat dalam iddah raj'iyyah (dapat rujuk)  berhak mendapat dari suami yang mentalaknya: tempat  tinggal, pakaian, uang belanja. Sedang  wanita yang durhaka tidak berhak menerima apa-apa.

b.    Wanita dalam iddah bain (iddah talak 3 atau khuluk) hanya berhak  atas  tempat tinggal saja. (Lihat QS. At-Talaq : 6)

c.     Wanita dalam iddah wafat tidak mempunyai hak apapun, tetapi mereka dan anaknya berhak mendapat harta  warits suaminya.

  

     9.     Rujuk

Rujuk berarti kembali, yaitu kembalinya suami kepada ikatan nikah dengan istrinya sebagaimana semula, selama istrinya masih dalam masa ‘iddah raj’iyah. Hukum rujuk asalnya mubah, artinya boleh rujuk dan boleh pula tidak. Akan tetapi, hukum rujuk bisa berubah, sebagai berikut:

1.    Sunah, misalnya apabila rujuknya suami kepada istrinya dengan niat karena Allah, untuk memperbaiki sikap dan perilaku serta bertekad untuk menjadikan rumah tangganya sebagai rumah tangga bahagia.

2.    Wajib, misalnya bagi suami mentalak salah seorang istinya, sedangkan sebelum mentalaknya, ia belum menyempurnakan pembagian waktunya.

3.    Makruh (dibenci), apabila meneruskan perceraian lebih bermanfaat dari pada rujuk.

4.    Haram, misalnya jika maksud rujuknya suami adalah untuk menyakiti istri atau untuk mendurhakai Allah SWT.

 

Rukun rujuk ada 4 macam, yaitu sebagai berikut:

1.    Istri sudah bercampur dengan suami yang mentalaknya dan masih berada pada masa ‘iddah raj’iyah

2.    Keinginan rujuk suami atas kehendak sendiri, bukan karena dipaksa.

3.    Ada dua orang saksi, yaitu dua orang laki-laki yang adil. (Q.S. At-Talaq, 65: 2)

4.    Ada sigat atau ucapan rujuk, misalnya suami berkata kepada istri yang diceraikannya selama masih berada dalam masa ‘iddah raj’iyah, “Saya rujuk kepada engkau!

 

B.  HIKMAH PERNIKAHAN

 

Fuqaha (ulama fikih) menjelaskan tentang hikmah-hikmah pernikahan yang islami, antara lain:

1.      Memenuhi kebutuhan seksual dengan cara yang diridai Allah (cara yang islami), dan menghindari cara yang dimurkai Allah seperti perzinaan atau homoseks (gay atau lesbian).

2.      Pernikahan merupakan cara yang benar, baik, dan diridai Allah untuk memperoleh anak serta mengembangkan keturunan yang sah.

3.      Melalui pernikahan, suami-istri dapat memupuk rasa tanggung jawab membaginya dalam rangka memelihara, mengasuh dan mendidik anak-anaknya, sehingga memberikan motivasi yang kuat untuk membahagiakan orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya.

4.      Menjalin hubungan silaturahmi antara keluarga suami dan keluarga istri, sehingga sesama mereka saling menolong dalam kebaikan dan ketakwaan serta tidak tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan.

 

C. PERKAWINAN MENURUT UNDANG-UNDANG DI INDONESIA

Perundang-undangan perkawinan di Indonesia bersumber kepada Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 154 Tahun 1991 tentang Pelaksanaaan Instruksi Presiden Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1991 Tanggal 10 Juni 1991 mengenai Kompilasi Hukum Islam di Bidang Hukum Perkawinan. Kompilasi Hukum Islam di Bidang Hukum Perkawinan tersebut, sebagai pengembangan dan penyempurnaan dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 9 Tahun 1975 tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

            

Hal-hal yang perlu diketahui dari Kompilasi Hukum Islam di Bidang Hukum Perkawinan antara lain:

1.    Pengertian dan Tujuan Perkawinan

Dalam pasal 2 dan pasal 3 dari Kompilasi Hukum Islam di Bidang Hukum Perkawinan dijelaskan bahwa perngertian perkawinan menurut Hukum Islam adalah pernikahan yaitu akad yang sangat kuat atau misaqan galizan untuk mentaati perintah Allah dan melaksanakannya merupakan ibadah. Sedangkan tujuan perkawinan ialah untuk mewujudkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan rahmah

2.   Sahnya Perkawinan

Dalam pasal 4 dari Kompilasi Hukum Islam di bidang Hukum Perkawinan dijelaskan bahwa perkawinan adalah sah apabila dilakukan menurut Hukum Islam sesuai dengan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang RI No. 1 Tahun 1974 tentang perkawinan. Penjelasan pasal 2 ayat (1) UU RI Tahun 1974 mengatakan sebagai berikut:

v  Dengan perumusan pasal 2 ayat (1) ini, tidak ada perkawinan di luar hukum masing-masing agamanya dan kepercayaan itu, sesuai dengan UUD 1945.

v  Yang dimaksud dengan hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu termasuk ketentuan perundang-undangan yang berlaku bagi golongan agamanya dan kepercayaannya itu, sepanjang tidak bertentangan atau tidak ditentukan lain dalam undang-undang ini.

 

 

 

3.   Pencatatan Perkawinan

Dalam pasal 5 dan 6 Kompilasi Hukum Islam di bidang Hukum Perkawinan dijelaskan:

Ø  Agar terjamin ketertiban perkawinan bagi masyarakat Islam setiap perkawinan harus dicatat.

Ø  Pencatatan perkawinan dilakukan oleh Pegawai Pencatat Nikah (Kantor Urusan Agama Kecamatan di mana calon mempelai bertempat tinggal). 

Ø  Agar pelaksanaan pencatatan perkawinan itu dapat berlangsung dengan baik, maka setiap perkawinan harus dilangsungkan di hadapan dan di bawah pengawasan Pegawai Pencatat Nikah.

Ø  Perkawinan yang dilakukan di luar pengawasan Pegawai Pencatat Nikah tidak mempunyai kekuatan hukum.

4.   Akta Nikah

Akta Nikah atau Buku Nikah (Surat Nikah) adalah surat keterangan yang dibuat oleh Pegawai Pencatat Nikah yakni Kantor Urusan Agama Kecamatan, tempat dilangsungkannya pernikahan yang menerangkan bahwa pada hari, tanggal, bulan, tahun, dan jam telah terjadi akad nikah antara: seorang laki-laki (dituliskan nama, tanggal dan tempat lahir, pekerjaan, dan tempat tinggal) dengan seorang perempuan (dituliskan nama, tanggal dan tempat lahir, pekerjaan, dan tempat tinggal) dan yang menjadi wali (juga dituliskan nama, tanggal dan tempat lahir, pekerjaan, tempat tinggal, dan apa hubungannya dengan yang diwalikan).

5.   Kawin Hamil

Dalam pasal 53 ayat (1), (2), dan (3) dari Kompilasi Hukum Islam di bidang hukum perkawinan dijelaskan :

v  Seorang wanita hamil di luar nikah, dapat menikah dengan pria yang menghamilinnya.

v  Perkawinan dengan wanita hamil yang disebut pada ayat (1) dapat dilangsungkan tanpa menunggu lebih dahulu kelahiran anaknya.

v  Dengan dilangsungkannya perkawinan pada saat wanita hamil, tidak diperlukan perkawinan ulang setelah anak yang dikandung lahir.

             

Hal-hal lain yang dijelaskan dalam Kompilasi Hukum Islam di bidang Hukum Perkawinan adalah peminangan, rukun dan syarat perkawinan, mahar, larangan kawin, perjanjian perkawinan, poligami, pencegahan perkawinan, batalnya perkawinan, hak dan kewajiban suami istri, harta kekayaan dalam perkawinan, pemeliharaan anak, perwalian, putusnya perkawinan, rujuk dan masa berkabung.