Blog Guru Agama Islam Dan Budi Pekerti

Go to Blogger Guru Agama SMK Negeri 1 Setu

Blog Guru Agama Islam Dan Budi Pekerti

Go to Blogger Guru Agama SMK Negeri 1 Setu.

Blog Guru Agama Islam Dan Budi Pekerti

Go to Blogger Guru Agama SMK Negeri 1 Setu.

Blog Guru Agama Islam Dan Budi Pekerti

Go to Blogger Guru Agama SMK Negeri 1 Setu.

Blog Guru Agama Islam Dan Budi Pekerti

Go to Blogger Guru Agama SMK Negeri 1 Setu.

Minggu, 11 Oktober 2020

BAB 4. IMAN KEPADA RASUL RASUL ALLOH SWT


BAB 4

KEPADA RASUL-RASUL ALLAH

A.  Pengertian Iman kepada Rasul-Rasul Allah Swt.

Iman kepada rasul berarti meyakini bahwa rasul itu benar-benar utusan Allah Swt. yang ditugaskan untuk membimbing umatnya ke jalan yang benar agar selamat di dunia dan akhirat. Mengimani rasul-rasul Allah Swt. merupakan kewajiban hakiki bagi seorang muslim karena merupakan bagian dari rukun iman yang tidak dapat ditinggalkan. Sebagai perwujudan iman tersebut, kita wajib menerima ajaran yang dibawa rasul rasul Allah Swt. tersebut. Perintah beriman kepada rasul Allah terdapat dalam surah an-Nisā/4: 136. (cari ayatnya kemudian tulis beserta artinya)

B.  Perbedaan Nabi dan Rasul

Rasul :

- Rasul adalah orang yang diberi wahyu dengan syariat baru

- Rasul senantiasa memiliki kitab atau lembaran-lembaran (shuhuf) yang memuat syariat baru atau            sebgian dari syariat Rasul sebelumnya

Nabi :

-  Nabi adalah orang yang diutus Allah menjalankan dan mengokohkan syariat Rasul-rasul sebelumnya

-  Nabi belum tentu memiliki kitab atau lembaran-lembaran (shuhuf)

C.  Jumlah Nabi dan Rasul

Jumlah Nabi dan Rasul itu banyak. Hanya Allah yang mengetahui jumlahnya secara pasti. Namun ada hadits Nabi yang menyebutkan jumlah Nabi dan Rasul tersebut. Sebagian Allah sebutkan kisahnya dalam Al-Quran, sedangkan sebagian lainnya tidak disebutkan. Allah berfirman dalam QS. Al-Mu’min Ayat 78:

وَلَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلًا مِنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَنْ لَمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗ وَمَا كَانَ لِرَسُولٍ أَنْ يَأْتِيَ بِآيَةٍ إِلَّا بِإِذْنِ اللَّهِ ۚ فَإِذَا جَاءَ أَمْرُ اللَّهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُونَ

Artinya : "Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antara mereka ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak dapat bagi seorang rasul membawa suatu mukjizat, melainkan dengan seizin Allah; maka apabila telah datang perintah Allah, diputuskan (semua perkara) dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil."

Imam Ahmad meriwayatkan hadis dari Abi Zar r.a. bahwa Rasulullah saw. ketika ditanya tentang jumlah para nabi, beliau menjawab, “ Jumlah para nabi itu adalah 124.000 nabi, sedangkan jumlah rasul 315. Sementara At-Turmuzy meriwayatkan hadis dari Abi Zar r.a. juga, menjelaskan bahwa Rasulullah saw. menjawab, “Jumlah para nabi itu adalah 124.000 nabi, sedangkan jumlah rasul 312.”Jumlah nabi yang mendapat gelar ulul azmi ada lima, yaitu: Nabi Nuh as., Ibrahim as., Musa as., Isa as., dan Muhammad saw.

D. Sifat-sifat Wajib, Mustahil, dan Jaiz Para Rasul Allah

Rasul sebagai utusan Allah Swt. memiliki sifat-sifat yang melekat pada dirinya. Sifat-sifat ini sebagai bentuk kebenaran seorang rasul. Sifat-sifat tersebut adalah sifat wajib, sifat mustahil, dan sifat jaiz. 

1. Sifat Wajib 

Sifat wajib artinya sifat yang pasti ada pada rasul. Tidak bisa disebut seorang rasul jika tidak memiliki sifat-sifat ini. Sifat wajib ini ada 4, yaitu seperti berikut.

a. As-Siddiq yaitu rasul selalu benar. 

b. Al-Amānah yaitu rasul selalu dapat dipercaya. 

c. At-Tabligh yaitu rasul selalu meyampaikan wahyu. 

d. Al-Faṭānah yaitu rasul memiliki kecerdasan yang tinggi.

2. Sifat Mustahil

Sifat mustahil adalah sifat yang tidak mungkin ada pada rasul. Sifat mustahil ini lawan dari sifat wajib, yaitu seperti berikut. 

a. Al-Kiẓẓib yaitu mustahil rasul itu bohong atau dusta. Semua perkataan dan perbuatan rasul tidak            pernah bohong atau dusta.

b. Al-Khiānah yaitu mustahil rasul itu khianat. Semua yang diamanatkan kepadanya pasti                            dilaksanakan.

c. Al-Kiṭmān yaitu mustahil rasul menyembunyikan kebenaran. Setiap firman yang ia terima dari Allah      Swt. pasti ia sampaikan kepada umatnya.

d. Al-Balādah yaitu mustahil rasul itu bodoh. Meskipun Rasulullah saw. tidak bisa membaca dan                menulis (ummi) tetapi ia pandai.

 3. Sifat Jāiz

Jāiz artinya boleh. Sifat jāiz bagi rasul adalah sifat kemanusiaan, yaitu al-ardul basyariyah, artinya rasul memiliki sifat-sifat sebagaimana manusia biasa seperti rasa lapar, haus, sakit, tidur, sedih, senang, berkeluarga dan lain sebagainya. Bahkan seorang rasul tetap meninggal sebagai mana makhluk lainnya.

Selain tersebut di atas, rasul juga memiliki sifat-sifat yang tidak terdapat pada selain rasul, yaitu seperti berikut. 

1. Ishmaturrasūl adalah orang yang ma’shum, terlindung dari dosa dan salah dalam kemampuan pemahaman agama, ketaatan, dan menyampaikan wahyu Allah Swt. sehingga selalu siaga dalam menghadapi tantangan dan tugas apa pun. 

2. Iltizamurrasūl adalah orang-orang yang selalu komitmen dengan apa pun yang mereka ajarkan. Mereka bekerja dan berdakwah sesuai dengan arahan dan perintah Allah Swt. meskipun untuk menjalankan perintah Allah Swt. itu harus berhadapan dengan tantangan-tantangan yang berat baik dari dalam diri pribadinya maupun dari para musuhnya. Rasul tidak pernah sejengkal pun menghindar atau mundur dari perintah Allah Swt.

E. Ulul Azmi

a. Pengertian Ulul Azmi

Rasul Ulul Azmi adalah rasul pilihan yang memiliki keteguhan hati dan ketabahan yang luar biasa, kesabaran dalam berbagai cobaan serta keuletan dalam berjuang melaksanakan dakwah ditengah-tengah kaumnya yang menentang keras dakwahnya.

b.  Rasul-rasul Ulul Azmi

Adapun Rasul-rasul Ulul Azmi tersebut adalah sebagai berikut:

1. Nabi Nuh as.

2. Nabi Ibrahim as.

3. Nabi Musa as

4. Nabi Isa as

5. Nabi Muhammad SAW

F. Tugas Rasul-Rasul Allah Swt.

Para rasul dipilih oleh Allah Swt. dengan mengemban tugas yang tidak ringan. Di antara tugas-tugas rasul itu adalah sebagai berikut. 

1. Menyampaikan risalah dari Allah Swt.

2. Mengajak kepada tauhid, yaitu mengajak umatnya untuk meng-esa-kan Allah Swt. dan menjauhi            perilaku musyrik (menyekutukan Allah).

3. Memberi kabar gembira kepada orang mukmin dan memberi peringatan kepada orang kafir.

4. Menunjukkan jalan yang lurus.

5. Membersihkan dan menyucikan jiwa manusia serta mengajarkan kepada mereka kitab dan hikmah.

6. Sebagai hujjah bagi manusia.

F.  Hikmah Beriman kepada Rasul-Rasul Allah Swt.

Pentingnya orang Islam beriman kepada rasul bukan tanpa alasan. Di samping karena diperintahkan oleh Allah Swt., juga ada manfaat dan hikmah yang dapat diambil dari beriman kepada rasul. Di antara manfaat dan hikmah beriman kepada rasul adalah sebagai berikut.

1. Makin sempurna imannya.

2. Terdorong untuk menjadikan contoh dalam hidupnya.

3. Terdorong untuk melakukan perilaku sosial yang baik.

4. Memiliki teladan dalam hidupnya. Firman Allah Swt:

5. Mencintai para rasul dengan cara mengikuti dan mengamalkan ajarannya. 

6. Mengetahui hakikat dirinya bahwa ia diciptakan Allah Swt. untuk mengabdi kepada-Nya. 

BAB 5. KERJA KERAS DAN TANGGUNGJAWAB

 

BAB 5

BEKERJA KERAS DAN BERTANGGUNG JAWAB

A. Pengertian Etos Kerja

Etos kerja ialah suatu sikap jiwa seseorang untuk melaksanakan suatu pekerjaan dengan perhatian yang penuh. Maka pekerjaaan itu akan terlaksana dengan sempurna walaupun banyak kendala yang harus diatasi, baik karena motivasi kebutuhan atau karena tanggungjawab yang tinggi.

B. Sikap Kerja Keras

Sikap kerja keras dan berusaha untuk mengubah nasib, rajin, dan sungguh-sungguh dalam melakukan pekerjaan merupakan anjuran dan kewajiban bagi insan yang beragama Islam. Agama merupakan motivasi dan sumber gerak serta dinamika dalam mewujudkan etos kerja. Islam menyuruh manusia untuk bekerja dan mengubah nasibnya sendiri. Manusia wajib berusaha dan berikhtiar untuk mewujudkan kesejahteraan dan kebahagiaan masing-masing. Memang hanya manusia yang mau berusaha, bekerja keras, dan sungguh-sungguh yang akan meraih prestasi, baik kesuksesan hidup di dunia maupun di akhirat.

Ada beberapa sikap mental yang mencerminkan sikap ini antara lain:

1.    Proaktif, yaitu sikap yang ingin mengubah lingkungan, mengubah keadaan yang ada, atau membuat suasana lebih kondusif. Sebagaimana firman Allah dalam Surat Ar Ra’ad ayat 11 : (cari ayatnya dan tulis di buku)

2. Memulai suatu pekerjaan setelah sempurna dalam pikiran. 

Kegiatan seperti ini kegiatan yang mengacu kepada visi, misi dan tujuan yang ingin dicapai dari kegiatan tersebut. Hal ini menggambarkan bahwa pekerjaan tersebut tergantung niat masing-masing. Usaha itu akan dipengaruhi kesungguhan mengerjakan dan niatnya sesuai denga Firman Allah dalam Al Qur’an yang berbunyi sebagai berikut.

 وَأَن لَّيۡسَ لِلۡإِنسَٰنِ إِلَّا مَا سَعَىٰ ٣٩

Artinya: ”Dan bahwasanya  seorang manusia tiada memperoleh selain apa yang telah diusahakannya.”(Q.S. An-Najm:39) 

3.   Selesai mengerjakan suatu pekerjaan beralihlah kepada pekerjaan yang lain. Kita harus selalu mengatur waktu untuk mengerjakan pekerjaan sehingga tidak ada waktu yang terbuang, membuat nilai waktu itu maksimal, baik untuk urusan dunia ataupun akhirat. Karena waktu itu laksana pedang apabila kita tidak menggunakannya ia akan memotong kita tanpa menunggu, waktu tak pernah berhenti. Sesuai Firman Allah dalam surat Al-Insyirah ayat 6 dan 7 berbunyi:

 فَإِذَا فَرَغۡتَ فَٱنصَبۡ ٧  وَإِلَىٰ رَبِّكَ فَٱرۡغَب ٨

Artinya: Maka apabila telah menyelesaikan suatu urusan, kerjakanlah urusan yang lain, dan kepada Tuhanmu gemar dan berharaplah! ( Al-Insyiroh ayat 7-8 )

4.    Mewujudkan Sinergi, saling bekerjasama mencapai tujuan. 

Kejelekan yang terorganisir bisa mengalahkan kebaikan yang tidak terorganisir. Itu rahasia mengapa Rasulullah mendidik umat untuk selalu berjamaah dalam sholat. Kerjaaan yang berat bila digotong bersama-sama akan menjadi ringan, pekerjaan yang susah akan menjadi mudah.

5.    Sibuk memperbaiki diri sendiri, tidak memiliki waktu untuk mencela orang lain.

Dalam Islam setiap perbuatan manusia mempunyai nilai positif bagi kehidupan manusia. Karena itu setiap muslim tatkala melakukan kegiatan, harus ada nilai tambah yang bermanfaat, baik bagi dirinya ataupun orang lain. Inilah yang dinamakan amal shaleh. Ratusan kali Al Qur’an mengulang-ulang kalimat amal shaleh, hal ini menunjukkan betapa kerja keras mendapatkan perhatian yang sangat penting bagi kehidupan setiap muslim.

C.    Produktivitas Kerja

Manusia sebagai insan individual dan sosial selalu mempunyai keinginan untuk meningkatkan kemajuan serta taraf hidupnya. Kebutuhan-kebutuhan hidupnya selalu ingin terpenuhi dengan berbagai macam cara. Supaya keinginan tersebut tercapai dengan baik, Allah memerintahkan kepada mahkluk-Nya agar berusaha dan berkarya supaya mendapatkan rezeki yang halal dan tayyibah (baik) sebagaimana diisyaratkan dalam firman-Nya yang berbunyi sebagai berikut.

فَإِذَا قُضِيَتِ ٱلصَّلَوٰةُ فَٱنتَشِرُواْ فِي ٱلۡأَرۡضِ وَٱبۡتَغُواْ مِن فَضۡلِ ٱللَّهِ وَٱذۡكُرُواْ ٱللَّهَ كَثِيرٗا لَّعَلَّكُمۡ تُفۡلِحُونَ ١٠

Artinya: ”Apabila telah ditunaikan salat, maka bertebaranlah kamudi muka bumi, dan carilah karunia Allah (rezeki) dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung. ” (Q.S. Al Jumu’ah:10)

Dalam ayat lain Allah menjelaskan: Artinya: ”Maka apabila kamu telah selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan) yang lain. ” (Q.S. Al Insyirah :7)

Kedua ayat tersebut mengingatkan kepada kita bahwa ibadah itu bukan hanya shalat saja, tetapi bekerja mencari nafkah atau rezeki itu pun termasuk ibadah jika dilakukan dengan ikhlas dan hanya mencari keridaan Allah semata. Kemudian, kita harus rajin dan sungguh-sungguh dalam bekerja.

Dalam ayat tersebut juga tersirat dengan jelas bahwa kita tidak boleh kosong dari kegiatan. Kita harus aktif karena pekerjaan yang kita lakukan harus bervariasi agar kejenuhan tidak hinggap pada diri kita. Itulah sebabnya Allah mengingatkan kita agar kita rajin dan sungguh-sungguh serta berusaha untuk maju sesuai dengan kemampuan kita sebagaimana sabda Rasulullah Saw. berikut ini. Artinya: ”Abu Hurairah ra berkata, bersabda Rasulullah Saw: Biarkanlah aku,selama aku membiarkan dalam kebebasanmu, maka sesungguhnya yang menyebabkan kebinasaan umat yang sebelummu dahulu, karena kebanyakan pertanyaan mereka dan menyalahi pada para nabi-nabi mereka. Maka apabila aku mencegah kamu sesuatu tinggalkanlah perkara itu. Dan jika aku perintahkan suatu perintah, kerjakanlah sekuat tenagamu.” (H.R. Bukhari dan Muslim)

Hadis tersebut memperjelas keharusan untuk rajin dan sungguh-sungguh dalam mekakukan suatu kegiatan atau pekerjaan sesuai dengan kemampuan sehingga pekerjaan itu memiliki nilai produktivitas yang tinggi. Bukan saja yang melakukan pekerjaan itu yang untung, tetapi keuntungan tersebut. Keuntungan yang diraih seseorang itu ada bagian bagi orang lain. Apakah itu keuntungan dari bertani atau berdagang, dan sebagainya, seperti dengan zakat dan infak.

Kerja produktif adalah kerja yang menghasilkan nilai tambah. Produktifitas kerja berkaitan dengan hasil yang lebih besar ketimbang sumber daya yang ada. Jika banyak orang senaga tenaga kerja, tetapi sedikit hasil maka yang demikian disebut tidak produktif. Semangat dalam bekerja adalah modal utama dalam produktifitas. Semangat dalam bekerja harus menjadi ciri khas(etos) setiap muslim karena dewasa ini umat Islam berada pada keterbelakangan. Tanpa etos kerja yang tinggi sulit sekali dicapai produktifitas dalam bekerja.

D.   Memacu Perubahan Sosial untuk Kemajuan

Banyak orang mengatakan bahwa di dunia penuh kebaikan, tetapi tidak ada biji jagung yang berisi bisa diperoleh oleh manusia tanpa bersusah payah terlebih dahulu untuk menanamnya. Janganlah kita bermimpi hari ini akan memetik padi, jika hari kemaren kita tidak pernah menanamnya. Kemudian ada baiknya kita perhatikan kata-kata hikmah berikut ini. ” Kebaikan hari ini ditentukan oleh kebaikan hari kemaren, dan kebaikan hari esok ditentukan oleh kebaikan hari ini,”Dengan demikian, kita sebagai insan sosial senantiasa memacu diri dan memanfaatkan waktu dengan pekerjaan dan perbuatan yang beermanfaat, guna mempersiapkan hari esok yang lebih baik dan cerah.Firman Allah SWT

وَٱلۡعَصۡرِ ١  إِنَّ ٱلۡإِنسَٰنَ لَفِي خُسۡرٍ ٢  إِلَّا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ وَعَمِلُواْ ٱلصَّٰلِحَٰتِ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلۡحَقِّ وَتَوَاصَوۡاْ بِٱلصَّبۡرِ ٣

Artinya:” Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang beriman dan beramal saleh dan saling menasehati supaya mentaati kebenaran dan saling menasehati supaya menepati kebenaran.” (Q.S. Al-Asyr:1-3)

Umat Islam ketinggalan dalam banyak bidang, terutama dalam hal ilmu pengetahuan dan teknologi, menjadikan tertinggal dalam bidang ekonomi. Ketertinggalan tersebut sebenarnya disebabkan oleh dua faktor. Pertama, faktor eksternal atau faktor luar, seperti penjajahan dengan segala bentuknya dan juga faktor ekologi. Kedua, faktor internal, faktor yang besar pengaruhnya, seperti kebudayaan, yaitu nilai-nilai, norma, keyakinan, dan pengetahuan umat Islam yang masih terbelakang. Untuk mengatasi hal tersebut, perlu dilakukan pembaharuan atau pembangunan yang mencakup mental spritual serta material. Pembangunan inilah yang mendorong atau memacu perubahan masyarakat(sosial) menuju kemajuan atau modren. Indonesia dewasa ini sedang giat-giatnya membangun. Pembangunan itu pada gilirannya akan memacu umat Islam karena sebagian besar bangsa ini umat Islam.

E.   Makna Kerja Keras

Yang dimaksud kerja keras dalam pembahasan ini adalah melakukan suatu pekerjaan dengan sungguh-sungguh, penuh semangat, tekun, serius dan tidak mengenal lelah demi tercapainya sesuatu yang diinginkan dan mendapatkan ridho dari Allah. Dalam QS. Al-Qashosh ayat 77 Allah telah memerintahkan untuk senantiasa bekerja keras, baik dalam hal ibadah untuk kehidupan akhirat maupun pekerjaan untuk kehidupan di dunia. Hal ini juga disabdakan Rasulullah dalam hadisnya:

(اِحْرِصْ لِدُنْيَاكَ كَأَنَّكَ تَعِيْشُ اَبَداً وَاعْمَلْ لِآخِرَتِكَ كَاَنَّكَ تَمُوْتُ غَداً (رواه الحارث

“Capailah duniamu seolah-olah engkau akan hidup selamanya dan bekerjalah untuk akhiratmu seolah-olah engkan akan mati besok”, (HR. Al-Harits).

Dan sabda Nabi saw.:

(بَاكِرُوْا طَلَبَ الرِّزْقِ وَالْحَوَائِجَ فَإِنَّ الْغُدُوَّ بَرَكَةٌ وَنَجَاحٌ (رواه الطبراني

“Berpagi-pagilah dalam mencari rizki, karena sesungguhnya pada pagi hari itulah terletak keberkahan dan keberhasilan”, (HR. Thabrani).

F.    Contoh Perilaku Kerja Keras

Ciri-ciri seseorang selalu bekerja keras adalah:

a.    Mencintai pekerjaan

b.    Bertindak efektif dan efisien

c.    Ulet, tekun, rajin dan disiplin

d.    Pantang menyerah

Contoh perilaku kerja keras adalah:

a. Memiliki motivasi yang tinggi dalam bekerja

b. Tidak pernah mengenal putus asa

c. Tidak menunda-nunda setiap pekerjaan

d. Pekerjaan dilakukan dengan tuntas

e. Pekerjaan dilakukan dengan ikhlas

G.    Manfaat dan Hikmah Kerja Keras

1)    Menjadi orang kaya dan dapat masuk surga

2)    Sukses dalam meraih cita-cita

3)    Hidupnya menjadi bahagia

4)    Menjadi orang yang dermawan

Di antara nilai-nilai positif kerja keras adalah sebagai berikut:  

a. Memiliki keimanan yang kuat dalam hati, sehingga tidak mudah tergoda oleh bisikan dan rayuan setan, ketika menjalankan suatu pekerjaan.  

b. Memiliki kesabaran yang kuat sehingga tidak tergesa-gesa. Tergesa-gesa merupakan perbuatan setan yang harus dihindari. Selain itu, setiap pekerjaan memerlukan ketekunan dan ketelitian, agar mendapatkan hasil yang baik.  

c. Memiliki keyakinan dalam hati bahwa bekerja yang baik sesuai ajaran Islam termasuk ibadah, yang kelak akan mendapat pahala dari Allah SWT.  

d. Senantiasa berusaha sebisa mungkin agar pekerjaan tidak akan menyimpang dari ajaran islam, sehingga selain mendapatkan hasil yang bagus juga tidak melanggar aturan agama.  

e. Selalu waspada dan bersikap hati-hati dalam bekerja, agar tidak mendatangkan kerugian, baik  bagi diri sendiri maupun orang lain.


Untuk dapat membiasakan diri bersikap perilaku kerja keras, ada baiknya diperhatikan terlebih dahulu beberapa hal berikut ini.  
a. Biasakan bergaul dengan orang-orang yang mempunyai perilaku kerja keras. Sebaliknya, hindari            pergaulan dengan mereka yang memiliki perilaku pemalas dan penghayal berat.  
b. Selalu ingat dan berpegang teguh pada aturan tata cara bekerja yang baik menurut ajaran Islam,              agar dalam melakukan suatu pekerjaan tidak menyimpang atau melanggar ketentuan agama.  
c. Biasakan bersikap terbuka akan masukan, kritikan, teguran atau nasihat dari pihak manapun yang          tujuannya baik, terutama yang mengingatkan kita ketika lupa atau salah.  
d. Selalu menjaga diri dari sikap perilaku tercela, baik ketika bekerja maupun di luar waktu bekerja,            sehingga akhlak seorang beriman akan tetap terjaga dari perbuatan keji dan mungkar.  
e. Selalu bersedia mengingatkan orang lain yang sedang lupa atau salah melanggar aturan bekerja,              seraya melakukannya dengan cara-cara yang santun dan terhormat.  
f. Panjatkan doa kepada Allah SWT agar diberi kekuatan dapat bersikap perilaku kerja keras dalam            menjalani kehidupan. Sebab tidak ada kebahagiaan yang dating dari langit tanpa ada usaha dan               kerja keras.  
g. Mulailah membiasakan diri bersikap perilaku kerja keras dari sekarang, agar kelak setelah dewasa          menjadi orang yang sukses. 

H. Membiasakan Perilaku Kerja Keras 

Untuk dapat memilki sikap kerja keras, perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut:  
1. Selalu menyadari bahwa hasil yang diperoleh dari jerih payahnya sendiri lebih terpuji dan mulia            daripada menerima pemberian orang lain.  
2. Islam memuji sikap kerja keras dan mencela meminta-minta (kecuali jika terpaksa).  
3. Memiliki semboyan tidak suka mempersulit orang lain dengan mengharapkan bantuannya. 
4. Menyadari sepenuhnya bahwa memberi lebih mulia daripada meminta. 


Rabu, 07 Oktober 2020

BAB 5. MENGEMBANGKAN SIKAP SYAJA’AH”


 

BAB 5

MENGEMBANGKAN SIKAP SYAJA’AH”

 

A.     PENGERTIAN SYAJA’AH

Secara etimologi kata al-syaja’ah berarti berani antonimnya dari kata al-jabn yang berarti pengecut. Kata ini digunakan untuk menggambarkan kesabaran di medan perang. Sisi positif dari sikap berani yaitu mendorong seorang muslim untuk melakukan pekerjaan berat dan mengandung resiko dalam rangka membela kehormatannya. Tetapi sikap ini bila tidak digunakan sebagaimana mestinya menjerumuskan seorang muslim kepada kehinaan.

Syaja’ah dalam kamus bahasa Arab artinya keberanian atau keperwiraan, yaitu seseorang yang dapat bersabar terhadap sesuatu jika dalam jiwanya ada keberanian menerima musibah atau keberanian dalam mengerjakan sesuatu. Pada diri seorang pengecut sukar didapatkan sikap sabar dan berani. Selain itu Syaja’ah (berani) bukanlah semata-mata berani berkelahi di medan laga, melainkan suatu sikap mental seseorang, dapat menguasai jiwanya dan berbuat menurut semestinya.

 

B.     PENERAPAN SYAJA’AH DALAM KEHIDUPAN

Sumber keberanian yang dimiliki seseorang diantaranya yaitu :

1)       Rasa takut kepada Allah Swt.

2)       Lebih mencintai akhirat daripada dunia.

3)       Tidak ragu-ragu, berani dengan pertimbangan yang matang.

4)       Tidak menomor satukan kekuatan materi.

5)       Tawakal dan yakin akan pertolongan Allah.

Jadi berani adalah: “Sikap dewasa dalam menghadapi kesulitan atau bahaya ketika mengancam. Orang yang melihat kejahatan, dan khawatir terkena dampaknya, kemudian menentang maka itulah pemberani. Orang yang berbuat maksimal sesuai statusnya itulah pemberani (al-syujja’). Al-syajja’ah (berani) bukan sinonim‘adam al-khauf (tidak takut sama sekali)”

Berdasarkan pengertian yang ada di atas, dipahami bahwa berani terhadap sesuatu bukan berarti hilangnya rasa takut menghadapinya. Keberanian dinilai dari tindakan yang berorientasi kepada aspek maslahat dan tanggung jawab dan berdasarkan pertimbangan maslahat.

Predikat pemberani bukan hanya diperuntukkan kepada pahlawan yang berjuang di medan perang. Setiap profesi dikategorikan berani apabila mampu menjalankan tugas dan kewajibannya secara bertanggungjawab. Kepala keluarga dikategorikan berani apabila mampu menjalankan tanggungjawabnya secara maksimal, pegawai dikatakan berani apabila mampu menjalankan tugasnya secara baik, dan seterus nya.

Keberanian terbagi kepada terpuji(al-mahmudah) dan tercela (al-madzmumah). Keberanian yang terpuji adalah yang mendorong berbuat maksimal dalam setiap peranan yang diemban, dan inilah hakikat pahlawan sejati. Sedangkan berani yang tercela adalah apabila mendorong berbuat tanpa perhitungan dan tidak tepat penggunaannya.

 

C.     KEUTAMAAN SYAJA’AH

Dalam ayat ini rasa takut itu dapat dikendalikan dan bahaya dari hal yang ditakuti itu dapat diperkecil atau dihindari. Oleh karena itu orang yang mempunyai sifat syaja’ah memiliki ketenangan hati dan kemampuan mengolah sesuatu dengan pikiran tenang.

Menurut Ibnu Miskawih, sifat Syaja’ah mengandung keutamaan-keutamaan sebagai berikut :

1.    Jiwa besar, yaitu sadar akan kemampuan diri dan sanggup melaksanakan pekerjaan besar yang sesuai dengan kemampuannya. Bersedia mengalah dalam persoalan kecil dan tidak penting Menghormati tetapi tidak silau kepada orang lain.

2. Tabah, yaitu tidak segera goyah pendirian, bahkan setiap pendirian keyakinan deipegangnya dengan mantap

3.  Keras Kemauan, yaitu bekerja sungguh-sungguh dan tidak berputus asa serta tidak mudah dibelokkan dari tujuan yang diyakini

4.   Ketahanan, yaitu tahan menderita akibat perbuatan dan keyakinannya

5.  Tenang, yaitu berhati tenang, tidak selalu menuruti perasaan (emosi) dan tidak lekas marah

6.      Kebesaran, yaitu suka melakukan pekerjaan yang penting atau besar

 

D.     SYAJA’AH DAPAT DIBAGI MENJADI DUA MACAM:

 Syaja’ahdapat dibagi menjadi dua macam:

1.      Syaja’ah harbiyah, yaitu keberanian yang kelihatan atau tampak, misalnya keberanian waktu menghadapi musuh dalam peperangan (al-Jihad fi Sabilillah). Allah berfirman (244)  وَقَاتِلُواْ فِي سَبِيلِ اللَّهِ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللَّهَ سَمِيعٌ عَلِيمٌ

artinya :  “dan berperang lah kamu di jalan allah, dan ketahuilah bahwa Allah Maha Mendengar, Maha Mengetahui “ ( Qs. Al- baqarah: 244)  

2.      Syaja’ah nafsiyah, yaitu keberanian menghadapi bahaya atau penderitaan dan menegakkan kebenaran

3.      Keberanian mengatakan kebenaran sekalipun didepan penguasa yang DzalimDari Abu Sa’id Al Khudri, NabiMuhhammad saw bersabda :

أَفْضَلُ الْجِهَادِ كَلِمَةُ عَدْلٍ عِنْدَ سُلْطَانٍ جَائِرٍ

Artinya “Jihad yang paling utama ialah mengatakan kebenaran (berkata yang baik) di hadapan penguasa yang zalim.” (HR. Abu Daud no. 4344, Tirmidzi no. 2174, Ibnu Majah no. 4011. Al Hafizh Abu Thohir mengatakan bahwa hadits ini hasan).

4.      Keberanian untuk mengendalikan diri tatkala marah sekalipun dia bisa melampiaskannya dan firman Allah swt:

وَأَمَّا مَنْ خَافَ مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى

Artinya “Dan adapun orang-orang yang takut kepada kebesaran Tuhannya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya).”(Q.S. An-Nazia’at 40- 41.)

Munculnya sikap syaja’ah tidak terlepas dari keadaan-keadaan sebagai berikut:

1.      Berani membenarkan yang benar dan berani mengingatkan yang salah.

2.      Berani membela hak milik, jiwa dan raga, dalam kebenaran.

3.      Berani membela kesucian agama dan kehormatan bangsa.

Dari dua macam syaja’ah(keberanian) tersebut di atas, makasyaja’ahdapat dituangkan dalam beberapa bentuk, yakni:

a.      Memiliki daya tahan yang besar untuk menghadapi kesulitan, penderitaan dan mungkin saja bahaya dan penyiksaan karena ia berada di jalan Allah.

b.      Berterus terang dalam kebenaran dan berkata benar di hadapan penguasa yang zalim.

c.      Mampu menyimpan rahasia, bekerja dengan baik, cermat dan penuh perhitungan. Kemampuan merencanakan dan mengatur strategi termasuk di dalamnya mampu menyimpan rahasia adalah merupakan bentuk keberanian yang bertanggungjawab.

Munculnya sikap syaja’ah tidak terlepas dari keadaan-keadaan sebagai berikut:

1)     Berani membenarkan yang benar dan berani mengingatkan yang salah.

2)     Berani membela hak milik, jiwa dan raga, dalam kebenaran.

3)     Berani membela kesucian agama dan kehormatan bangsa.

Dari dua macam syaja’ah (keberanian) tersebut di atas, maka syaja’ah dapat dituangkan dalam beberapa bentuk, yakni:

1.      Memiliki daya tahan yang besar untuk menghadapi kesulitan, penderitaan dan mungkin saja bahaya dan penyiksaan karena ia berada di jalan Allah.

2.      Berterus terang dalam kebenaran dan berkata benar di hadapan penguasa yang zalim.

3.      Mampu menyimpan rahasia, bekerja dengan baik, cermat dan penuh perhitungan. Kemampuan merencanakan dan mengatur strategi termasuk di dalamnya mampu menyimpan rahasia adalah merupakan bentuk keberanian yang bertanggung jawab.

4.      Berani mengakui kesalahan salah satu orang yang memiliki sifat pengecut yang tidak mau mengakui kesalahan dan mencari kambing hitam, bersikap ”lempar batu sembunyi tangan” Orang yang memiliki sifat syaja’ah berani mengakui kesalahan, mau meminta maaf, bersedia mengoreksi kesalahan dan bertanggung jawab.

5.      Bersikap obyektif terhadap diri sendiri. Ada orang yang cenderung bersikap “over con dence” terhadap dirinya, menganggap dirinya baik, hebat, mumpuni dan tidak memiliki kelemahan serta kekurangan. Sebaliknya ada yang bersikap “under estimate” terhadap dirinya yakni menganggap dirinya bodoh, tidak mampu berbuat apa-apa dan tidak memiliki kelebihan apapun. Kedua sikap tersebut jelas tidak proporsional dan tidak obyektif. Orang yang berani akan bersikap obyektif, dalam mengenali dirinya yang memiliki sisi baik dan buruk.

6.      Menahan nafsu di saat marah, seseorang dikatakan berani bila ia tetap mampu ber–mujahadah li nafsi, melawan nafsu dan amarah. Kemudian ia tetap dapat mengendalikan diri dan menahan tangannya padahal ia punya kemampuan dan peluang untuk melampiaskan amarahnya.

 

E.     HIKMAH SYAJA’AH

Dalam ajaran agama Islam sifat perwira ini sangat di anjurkan untuk di miliki setiap muslim, sebab selain merupakan sifat terpuji juga dapat mendatangkan berbagai kebaikan bagi kehidupan beragama berbangsa dan bernegara.

Syaja’ah (perwira) akan menimbulkan hikmah dalam bentuk sifat mulia, cepat, tanggap, perkasa, memaafkan, tangguh, menahan amarah, tenang, mencintai. Akan tetapi apabila seorang terlalu dominan keberaniannya, apabila tidak dikontrol dengan kecerdasan dan keikhlasan akan dapat memunculkan sifat ceroboh, takabur, meremehkan orang lain, unggul-unggulan, ujub. Sebaliknya jika seorang mukmin kurang syaja’ah, maka akan dapat memunculkan sifat rendah diri, cemas, kecewa, kecil hati dan sebagainya.

 

F.     Contoh Figur Sahabat dan Sahabiyah yang Memiliki Sifat Syaja’ah

Berani karena benar dan rela mati demi kebenaran. Slogan tersebut pantas dilekatkan pada diri sahabat-sahabat dan sahabiyah-sahabiyah Rasulullah saw. karena keagungan kisah-kisah perjuangan mereka.

Rasulullah Muhammad saw. sendiri menjadi teladan utama saat beliau tak bergeming sedikit pun ketika disuruh menghentikan dakwahnya. Beliau pun berucap dengan kata-katanya yang masyhur, “Walaupun matahari diletakkan di tangan kananku dan bulan di tangan kiriku, aku tidak akan pernah menghentikan dakwahku ini”.

Keberanian dan keteguhan sikap nampak pula pada diri sepupu dan menantu Nabi saw., Ali bin Abu Thalib r.a. Ali mengambil peran yang sangat beresiko, menggantikan Rasulullah di tempat tidur untuk mengelabui musuh-musuh yang mengepung. Dan benar saja ketika tahu mereka dikelabui, mereka pun marah serta memukuli Ali hingga babak belur.

Khalifah kedua yakni Umar bin Khathab juga sangat terkenal dengan ketegasan sikap dan keberaniannya. Ketika mau hijrah berbeda dengan sahabat-sahabat lain yang sembunyi-sembunyi, Umar malah berteriak lantang, “Umar mau hijrah, barang siapa yang ingin anak istrinya menjadi yatim dan janda, hadanglah Umar”.

Keberanian mempertahankan aqidah hingga mati nampak pada Sumayyah, ibunda Ammar bin Yasir. Beliau menjadi syahidah pertama dalam Islam yang menumbuhsuburkan perjuangan dengan darahnya yang mulia. Begitu pula Khubaib bin Adiy yang syahid di tiang salib penyiksaan dan Habib bin Zaid yang syahid karena tubuhnya dipotong-potong satu demi satu selagi ia masih hidup. Mereka berani bertaruh nyawa demi mempertahankan akidah dan itu terbukti dengan syahidnya mereka berdua.

Bilal dan Khabab bin Al-Irts, yang mantan budak disiksa dengan ditimpa batu besar (Bilal) dan disetrika punggungnya (Khabab) adalah bukti bahwa keberanian tidak mengenal lapisan dan strata sosial. Ada pula anak bangsawan sepertiMush’ab bin Umair dan Sa’ad bin Abi Waqqash yang diusir dan tidak diakui lagi sebagai anak oleh orangtua mereka karena masuk Islam.

Dan akhirnya wanita-wanita perkasa dan pemberani seperti Shafiyah binti Abdul Muthalib, bibi Rasulullah saw., Nusaibah binti Ka’ab, perisai Rasulullah saw. dan Fatimah, putri Rasulullah saw. yang menjadi bukti wanita tak kalah berani dibandingkan laki-laki dalam mempertahankan kebenaran.